Ada empat cara dan tingkatan Allah SWT memberi rezeki pada hamba-Nya. Pertama, rezeki yang telah Allah SWT siapkan kepada seluruh makhluknya yang melata di muka bumi tanpa terkecuali (surat Huud: 6).
Kedua, Allah akan memberi rezeki yang sudah disiapkan itu sesuai dengan upaya yang dilakukan oleh manusia tanpa membedakan status imannya. Apakah itu Muslim atau kafir (surat Al Mulk:15). Yang kerja keras dan kerja cerdas akan mendapat rezeki lebih banyak.
Ketiga, Allah akan menambah dan melipat gandakan rezeki orang yang bersyukur tanpa ada batasannya dan akan mendapat siksa-Nya manakala kufur (surat Ibrahim: 7). Menyukuri rezeki itu dengan berupaya mendapatkan rezeki secara halal dan menggunakannya di jalan Allah SWT.
Keempat, rezeki yang diberikan Allah SWT tanpa diduga dan tanpa terbilang. Hal ini hanya bagi orang yang bertaqwa kepada-Nya. Yaitu orang yang menjalani perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (surat Ath Thalalq:2-3).
Namun, semua rezeki yang berlimpah itu kadang belum cukup. Karena “lebih banyak pasak dari pada tiang”. Hidupnya masih dirongrong oleh kebutuhan dan gaya hidupnya. Maka Allah SWT akan memberi kecukupan kepada orang yang tawakkal kepada-Nya. Yaitu orang yang berupaya maksimal dalam mencari rezeki Allah SWT seraya berserah diri dan berdoa agar rezeki dan hidupnya Barokah.
Untuk mendapatkan rezeki yang baik, hendaknya proses yang dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang baik pula. Islam melarang segala bentuk upaya mendapatkan rezeki dengan cara-cara yang zalim (Al-Baqarah [2]: 279), riba (Al-Baqarah [2]: 278-279), judi (Al-Maidah [5]: 90), penipuan (gharar), suap (risywah), dan maksiat.
Mengapa Islam menekankan pentingnya rezeki yang halal? Karena, setiap asupan yang masuk ke dalam tubuh manusia akan memengaruhinya, baik secara fisik, emosional, psikologis, maupun spiritual.
Rezeki yang halal menghadirkan ketenangan jiwa. Hidup akan lebih terarah dan menjadikan pintu-pintu keberkahan terbuka semakin lebar. Selain itu, rezeki yang halal merupakan syarat diterimanya setiap doa oleh Allah SWT. Rezeki yang halal akan menciptakan tatanan mayarakat dan bangsa yang kuat.
Mencari rejeki, tentu selaku orang beriman tidak boleh serampangan, atau boleh jadi menghalalkan segala cara. Orang g beriman akan lebih takut lagi jika menerima uang haram.
Harta merupakan nikmat sekaligus amanat yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram maka nerakalah yang berhak membakarnya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Hindarilah cara mencari uang haram sebab uang haram menyebabkan doa tidak dikabul, penyebab hilangnya keberkahan, penyebab kehinaan umat dan pertanda akan datangnya azab Allah.
Contoh hilangnya keberkahan jika seseorang menerima uang suap saat pemilihan kepala daerah atau kepala negara. Uang yang diterimanya cepat habis, atau terkadang Allah menghukumnya dengan ditimpa bencana dan malapetaka seperti banjir, gempa bumi atau lainnya. Bisa jadi teguran Allah berupa penyakit yang di derita si penyuap dan penerima suap. Bisa jadi Allah menghukumnya dengan melihat kebenaran sebagai kebatilan dan sebaliknya.
Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang memperjual belikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” (QS. Ali Imran 77)
Kini, saatnya kita kembali kepada sistem yang berkeadilan dalam mencari rezeki dan berupaya meneguhkan kembali jati diri bangsa. Semua itu bermuara pada pentingnya rezeki yang halal. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)