Sejumlah masyarakat Desa Wani 1 telah melaporkan kepala desanya sendiri ke pihak kepolisian, dengan dugaan menimbun bantuan bagi korban bencana alam.
Bantuan yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, justru ditimbun, entah untuk keperluan apa.
Tak hanya itu, masyarakat juga mengeluhkan potongan yang dilakukan kades sebesar Rp100 ribu per orang dari 316 warga yang menerima bantuan sebesar Rp1 juta. Dalih seikhlasnya, tapi mematok angka, bahkan diserta ancaman, apabila tidak diberikan maka data warga yang bersangkutan akan dihapus agar tidak menerima bantuan di tahap selanjutnya.
Jika benar yang dilakukan sang kades, apalagi niatnya untuk memperkaya diri sendiri, maka sesungguhnya apa yang ditimbunnya itu akan berbuah dosa yang bakal ditunainya di akhirat kelak, manakala dia tidak bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Betapa tidak, di tengah kesusahan orang-orang yang baru saja tertimpa bencana, dia justru semaunya saja menimbun bantuan itu. Dia tidak memikirkan nasib yang menimpa rakyatnya yang sedang kelaparan karena kekurangan makanan, atau anak-anak yang tidak minum susu karena tidak ada uang untuk membeli.
Dia telah mengabaikan amanah yang telah dipikulkan ke pundaknya. Harusnya dia sadar, amanah adalah sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah, di akhirat kelak. Ancaman siksa cukup besar bakal menanti, apalagi jika amanah yang disia-siakan itu adalah milik mereka yang sedang kesusahan.
Amanah menurut istilah artinya perilaku yang tetap dalam jiwa, dengannya seseorang menjaga diri dari apa-apa yang bukan haknya walaupun terdapat kesempatan untuk melakukannya, tanpa merugikan dirinya di hadapan orang lain. Dan menunaikan kewajibannya kepada orang lain, walaupun terdapat kesempatan untuk tidak menunaikannya tanpa merugikan dirinya di hadapan orang lain.
Amanat pada hakikatnya adalah tanggung jawab besar. Saking beratnya, amanat ini telah Allah tawarkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Namun semuanya enggan memikul amanat itu karena mereka khawatir akan mengkhianatinya.
Lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Walaupun sebenarnya manusia itu amat dzalim dan bodoh.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab: 72).
Oleh karena itu, jadikan kepercayaan ini benar-benar dapat dijalankan dengan baik. Ingat! Allah mengetahui segala apa yang dilakukan hamba-Nya. Jangan sampai amanah yang sudah diberikan tetapi tidak dilaksanakan dengan baik. Jangan menganggap hari ini saja kita ‘hidup’ sehingga segala sesuatu dilakukan tanpa memikirkan batasan boleh atau tidak bolehnya. Karena apa yang kita lakukan hari ini, menjadi cermin untuk masa depan. ***