MENIKMATI indahnya Kota Palu, dengan lanskap pegunungan, daratan, dan teluk yang memesona. Semuanya serasa tak cukup, bila Anda belum mencicipi makanan tradisional khas dari bumi Tadulako ini. Bagi Pelancog, dari luar kota teluk ini, cukup mudah bila anda mencari makanan tradisonal.
Ada banyak pilihan kuliner yang menciptakan perjalanan liburan Anda semakin berkesan. Makanan tradisional yang mudah didapatkan di Kota Palu, yakni, surabe khas dari kelurahan Duyu Kecamatan Tatanga kota Palu. Cita rasanya pun masih terjaga keasliannya, konon resepnya juga telah ada dan turun menurun sampai ke anak cucu.
Di berbagai daerah di Nusantara, makanan ini, dengan ragam nama penyebutannya. Diantaranya, serabi, surabi, srabi, dan warga Kaili menyebutnya surabe. Jajanan pasar tradisional ini merupakan khazanah kuliner Indonesia yang harus terus dilestarikan keberadaanya.
Tak ketinggalan di kota Palu, anda akan mudah menemukan makanan yang gurih ini. Belum lama ini, pemerintah setempat telah menggelar Pesona Palu Nomoni jilid II. Di mana, dalam ivent tahunan itu, pemerintah sendiri telah menyediakan Kampung Kaili sebagai lokasi berjualan makanan tradisional khas suku Kaili.
Bagi masyarakat setempat, jajanan murah meriah ini, sagatlah digemari. Apalagi ketika akan menyantap seporsi surabe sewaktu baru saja matang dari atas tungku, alias hangat-hangat. Menikmati surabe makin nikmat lagi, dengan suasana kental pedesaan tersajikan selama anda berada di Kampung Kaili. Sehingga, tidak sedikit pengunjung, berlama-lama di Kampung Kaili.
Salah satu penjual surabe di Kampung Kaili, asal kelurahan Duyu, kecamatan Tatanga, Agustin menuturkan, Surabe yang dijualnya itu merupakan resep turun-temurun dari leluhur mereka. Sejak kecil, bahkan semenjak Agustin belum terlahir, leluhur mereka telah berjualan surabe di rumah mereka.
Bagi dia, menjajakan makanan kampung ini, merupakan bentuk pelestarian kuliner tradisional di tengah perkembangan zaman. Menurut dia, dibeberapa tempat di kota Palu, surabe mulai berinovasi mulai dari komposisi hingga varian rasa yang ditawarkan.
“Bajual memang dari rumah, cuman ada kegiatan Palu Nomoni, kita diajak kemari. Kalau jualan disini sudah tiap hari kalau tidak sibuk. Jualanya mulai dari neneku. Barangkali belum ada kitorang sudah bajual memang neneku. Resepnya dari neneku itu, turun temurun sudah,” ujar Agustin disela-sela menyiapkan surabe.
Sejak pagi hari, Agustin bersama adik perempuannya, telah bersiap menuju Kampung Kaili untuk berjualan. Berjualan biasanya mulai pagi sampai pukul delapan malam. Apabila pengunjung ramai membeli, mereka lebih awal pulang ke rumah.
Agustin bercerita, saat kegiatan Palu Nomoni dilaksanakan, pengunjung yang datang ke stand mereka itu rela mengantri panjang. Hanya sekadar menikmati surabe buatannya itu. Apalagi, seporsi surabe dijualnya itu hanya Rp5000 saja.
“Kalau tidak ada kesibukkan di rumah kemari jualan. Kalau ada tidak ke mari. Adonannya itu cepat habis, ya cepat pulang ke rumah. Batunggu sampai selesai baru bisa pulang. Ada manfaatnya kegiatan ini, rugi kalau tidak bajual disini, tempat ini tidak dibayar. Harapanya tidak usah dibayar, kita orang kecil,” tutupnya. (NANANG IP)