PALU – Provinsi Sulawesi tengah (Sulteng) saat ini tercatat peringkat kelima pernikahan dini alias pernikahan anak usia di bawah 20 tahun secara nasional, setelah Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulteng, Dra. Maria Ernawati, MM baru-baru ini menyampaikan. Berdasarkan data yang ada, ada tiga persoalan utama menyebabkan pernikahan anak di Sulteng masih tinggi, yakni faktor ekonomi, pemahaman kurang, khsusnya mengenai perencanaan reproduksi yang sehat, serta pergaulan bebas alias seks bebas yang mengakibatkan terjadinya kehamilan di luar nikah.
Menurut Maria, dari ilmu kesehatan, pernikahan anak sangat berbahaya untuk dilakukan, sangat beresiko terhadap kanker serviks. Sebab, untuk perempuan usia di bawah 20 tahun, masih memiliki mulut rahim terbuka keluar.
“Ini yang harus kita pahami bersama. Selain belum matang, umur 20 tahun kebawah itu beresiko terhadap kanker serviks,” terangnya.
Olehnya, untuk menekan angka tersebut. BKKBN sejauh ini terus melakukan edukasi dan mengingatkan terkait pendewasaan usia perkawinan.
“Sebenarnya, selain pemerintah yang melakukan edukasi melalui program-program yang ada. Pemberian pemahanan tersebut memerlukan peran dari orangtua sebagai ‘ring satu’ dalam pendidikan keluarga,” ucapnya.
Meski demikian, khusus BKKBNmemiliki belbagai kebijakan dan program yang terus diupayakan. Salah satunya, membentuk Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R), di seluruh Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, dan PIK Mahasiswa di kampus, untuk menjalankan program Generasi Berencana (GenRe) di Sulteng.
Sebagai informasi tambahan, tingkat pernikahan anak tertinggi di Sulteng berada di Kabupaten Buol, Parigi Moutong dan Kabupaten Banggai. Sedangkan daerah dengan angka pernikahan anak terendah di Sulteng adalah Kota Palu. (YAMIN)