OLEH: Edi Lukito*
Indonesia emas 2045 merupakan sebuah visi Indonesia pada usia seratus tahun kemerdekaan. Harapannya bangsa Indonesia dapat mewujudkan kondisi negara yang maju, masyarakat yang makmur, modern, madani, dan beradab.
Cita-cita Indonesia di usia seratus tahunnya sudah tercatat jauh sebelumya, saat masa awal kemerdekaan tahun 1945.
Impian tersebut termaktub dalam teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-4, yaitu : “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Visi Indonesia emas 2045 tersebut, mempunyai empat tiang pokok pembangun.
Pertama, Pembangunan SDM dan Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Kedua, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Ketiga, Pemerataan Pembangunan, dan keempat, Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan.
Selain sebagai pilar untuk tercapainya Visi Indonesia emas 2045, keempat pilar ini juga menjadi penopang bagi Indonesia agar siap menghadapi Megatrend Dunia 2045.
Poin pertama dari pilar tersebut adalah Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Penguasaan Ilmi Pengetahuan dan Teknologi. Bukan tanpa alasan pilar pengembangan pendidikan ini diletakkan di awal, setelah pilar ekonomi, pembangunan infrastruktur, serta ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.
Pasalnya ketiga pilar setelahnya akan lebih mudah terpenuhi, apabila pengembangan SDM melalui pendidikan yang baik dan berkualitas telah dicapai sepenuhnya.
Sebagai gambaran, dalam pengefektifan sebuah institusi atau sebuah bangsa, apakah perbaikan SDM yang dahulu diperbaiki atau sistem (regulasi)? Sistem (regulasi) siapa yang merumuskannya jika bukan manusia.
Olehnya, apabila SDM berkualitas maka akan melahirkan sistem yang berkualitas.
Sampai di sini, agaknya semua kita telah memahami faktor determinan dari baiknya sebuah sistem kehidupan manusia adalah sumber daya manusia. Pilar ini yang harus didahulukan dan diutamakan sebelum yang lainnya.
Sudah sangat jelas, pilar pengembangan SDM ini mengarah pada pengembangan atau rekonstruksi pendidikan sebagai solusi utamanya.
Dalam mencapai visi Indonesia emas 2045, Pekerjaan Rumah (PR) Indonesia di bidang pendidikan ini masih sangat banyak. Apalagi harapan besarnya pada tahun 2045 Indonesia akan diisi masyarakat dengan usia produktif, dalam jumlah mayoritas.
Masyarakat usia produktif tersebut sekarang masih berada di jenjang SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Hal ini mengisyaratkan bahwa Pekerjaan Rumah terbesar di bidang pendidikan berada pada Institusi-institusi pendidikan.
Salah satu institusi pendidikan yang cukup dipandang, karena perannya dalam kemajuan Indonesia mulai dari masa perjuangan merebut kemerdekaan sampai saat ini. Bahkan, salah satu presiden Indonesia merupakan alumni dari instusi pendidikan ini. Juga wakil Presiden Indonesia sekarang (K.H Ma’ruf Amin) merupakan alumni dan seorang ulama dari Pesantren.
Perannya dalam kemajuan pendidikan di Indonesia tidak dapat diragukan lagi, Ki Hajar Dewantara yang kita kenal sebagai pahlawan pendidikan Indonesia pernah mengenyam pendidikan di Institusi ini. Institusi pendidikan tersebut adalah Pesantren.
Abdurrahman Mas’ud mendefinisikan kata Pesantren yang identik dengan ‘santri’ yang berarti seseorang yang berpengetahuan Islam. Umumnya kata Pesantren mengacu pada tempat dimana santri mencurahkan sebagian besar waktunya untuk hidup dan memperoleh ilmu agama.
Definisi ini dianggap masih umum, serta belum mampu memberikan gambaran yang tepat untuk pesantren.
Institusi pesantren, memiliki hal-hal yang unik dan substantif yang membedakannya dengan institusi pendidikan lainnya. Unsur-unsur substantif tersebut adalah: 1.) Tempat tinggal santri yang dikenal dengan pondok; 2.) Masjid (tempat shalat dan belajar); 3.) Santri; 4.) Pengajaran kitab-kitab (buku-buku) klasik; 5.) Kiai-ulama sebagai pengasuh.
Dalam perkembangannya sampai saat ini, pesantren telah melahirkan banyak sekali sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia yang diberi label santri itu berkiprah hampir di seluruh lini, mulai dari agama, politik, ekonomi, administrasi, ketahanan dan keamanan nasional, pendidikan, sampai di bidang kesehatan.
Meskipun terkadang masih dianggap kolot, karena masih sangat memegang tradisinya dalam metode pembelajaran serta kurikulum yang digunakan masih didominasi dengan buku-buku klasik.
Hal tersebut tidak mengurangi eksistensi pesantren di mata masyarakat Indonesia.
Di era society 5.0 ini, begitu banyak generasi bangsa yang dirusak oleh teknologi. Pesantren masih menjadi pilihan favorit para orang tua untuk menyekolahkan anaknya, agar tidak dirusak oleh zaman dan dampak modernisasi.
Pesantren juga tidak tertutup dengan segala kemajuan yang hadir.
Beberapa hasil kemajuan yang ada di adopsi oleh pesantren tentunya dengan berbagai pertimbangan, khususnya dari kiai-ulama yang memiliki hak prerogatif di pesantren sebagai pimpinan tertinggi. Hal ini dilakukan agar pesantren tidak kehilangan jati dirinya.
Memegang erat tradisi, dan perlahan beradaptasi dengan kemajuan zaman, menjadi nilai tambah instansi pendidikan pesantren dengan instansi pendidikan yang lain.
Kaitannya untuk mencapai visi Indonesia emas 2045, pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan di Indonesia, memegang peran dalam pengembangan SDM. Lantas, Apa peran pesantren dalam kemajuan pendidikan Indonesia guna sebagai pengembangan SDM ?
Pendidikan Karakter
Apabila pendidikan lebih berorientasi pada hasil atau manfaat maka praksis pendidikan lebih menghamba pada kepentingan kapital yang tidak manusiawi, bahkan cenderung mereduksi kemanusian sebagai bagian dari sumber daya ekonomi saja, bukan sebagai manusia yang bebas, merdeka dan bermartabat (Darmaningtyas, 2008: 145-146).
Praksis pendidikan yang demikian akan melahirkan perilaku hedon, serakah, rakus, apatis, egois, otoriter, anarkis, serta tidak dapat menghargai perbedaan.
Maka tidak heran apabila kita menyaksikan banyak kejadian tawuran antar pelajar, kenakalan remaja, kasus penyalahgunaan narkoba, serta maraknya aborsi dan pernikahan dini akibat dari pergaulan bebas.
Semua ini merupakan akibat dari kurangnya pendidikan karakter bagi generasi emas Indonesia.
Karakter merupakan pendukung utama dalam pembangunan bangsa, kata bung karno.
Beliau (Seodarsono: 2008) bahkan mengatakan “Kalau pendidikan karakter tidak dilakukan, maka Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”
Di sini karakter tidak hanya sebatas sifat yang bisa dipilah-pilih, melainkan terintegrasi menjadi sebuah kepribadian.
Apabila pendidikan karakter hanya sebatas menanamkan sifat-sifat tertentu, akan banyak karakter tiruan, sehingga perbuatan muncul dalam kepura-puraan.
Perkara yang paling mendasar dari pendidikan karakter yaitu memfungsikan kecerdasan nurani (SQ), karna kecerdasan intelektual (IQ) dan emosional (EQ) tidak akan berfungsi tanpa kecerdasan nurani (SQ).
Sebagaimana kita ketahui sistem pendidikan di pesantren sangat menekankan pada aspek yang satu ini. Sehingga dalam pendidikan karakter bangsa, pesantren sangat berhasil dengan indikator telah banyaknya mencetak ulama-ulama dan intelektualis Indonesia yang memiliki karakter mulia.
Peran pendidikan karakter bagi generasi emas Indonesia yang dipegang oleh pesantren. Terejewantahkan dalam peran pesantren dalam kemajuan pendidikan nasional dengan menciptakan manusia yang bertakwa.
Sifat takwa ini tentunya berkaitan dengan kecerdasan nurani (SQ) yang menjadi perkara dasar dalam pendidikan karakter.
Selain kecerdasan nurani (SQ), hal yang juga perlu diperhatikan dalam pendidikan karakter generasi emas adalah filosofi nomotetis yaitu filosofi yang merujuk pada internalisasi nilai-nilai filsafat pendidikan Indonesia yakni Pancasila.
Ironi yang kita lihat saat ini banyaknya orang yang menduduki posisi penting di pemerintahan hanya untuk memperkaya diri sendiri.
Hal ini karna pendidikan Indonesia masih belum mampu melahirkan SDM yang siap berkorban dan mengabdi demi kemajuan bangsa. Akibat melupakan filosofi nomotetis dalam pendidikan karakter generasi bangsa.
Meskipun terkesan hanya fokus pada pendidikan keagamaan Islam tradisional, pesantren dalam pendidikan karakter generasi emas tidak melupakan filosofi nomotetis ini.
Buktinya banyak dari pesantren yang istiqamah dengan kegiatan upacara bendera setiap hari Senin, membuka kesempatan bagi para santrinya untuk berpartisipasi dalam Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) setiap tanggal 17 Agustus, serta memasukkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) dalam kurikulum pembelajarannya.
Kecintaan terhadap tanah air itu, setiap tahun di pupuk dengan adanya kebijakan dari pemerintah Indonesia berupa perayaan hari Santri Nasional setiap tanggal 22 Oktober.
Latar belakang dari adanya kebijakan itu tidak lepas dari jasa para santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sehingga setiap perayaan hari Santri Nasional selalu diisi dengan upacara bendera dan hal-hal yang dapat membangkitkan semangat juang santri untuk menjaga keutuhan NKRI.
Dengan terus memperhatikan filosofi nomotetis dalam pendidikan karakter generasi emas, diharapkan institusi pesantren dapat melahirkan SDM yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi atau kelompok.
Akhirnya, pembangun SDM demi tercapainya visi Indonesia 2045 tidak bisa lepas dengan institusi pesantren yang memberikan kontribusi penting di dunia pendidikan Indonesia, berupa pendidikan karakter generasi emas Indonesia.
Sebab, akan sia-sia upaya bangsa dalam membangun, apabila akhlak dan masyarakat khususnya generasi penerusnya dibiarkan hancur tidak dibangun.
Seperti itu kiranya lafaz syair yang diajarkan kepada kami saat masih menjadi santri di pesantren.
*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo/Alumni MA Alkhairaat Madinatul Ilmi Dolo