Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, khilaf dan dosa. Hal itu sangat wajar karena manusia punya hawa nafsu. Namun sebagai seorang mukmin, sudah seharusnya kita berusaha mengubah diri menjadi lebih baik.
Bila berdosa maka harus bertaubat kepada Allah Ta’ala. Bila tak mengerti akan suatu hal maka harus belajar. Dan bila tak punya penghasilan maka harus berusaha.
Manusia wajib berikhtiar untuk kehidupan yang lebih baik. Sebab Allah Ta’ala juga tidak akan mengubah kondisi hambaNya hingga ia berusaha merubah dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, selagi masih diberikan kesempatan hidup di dunia maka cepat-cepatlah berhijrah sebelum semua terlambat.
Dunia akan mengalami perubahan dan yang tak berubah adalah perubahan itu sendiri. Apalagi pada masa sekarang ini, perubahan berjalan sangat cepat, bahkan dahsyat dan dramatis.
Kita semua, tak bisa tidak, berjalan bersama atau se iring dengan perubahan itu. Tak berlebihan bila Alan Deutschman per- nah menulis buku–untuk mengingatkan kita semua -dengan judul agak ekstrem, Change or Die (Berubah atau Mati).
Perubahan pada hakikatnya adalah ketetapan Allah (sunatul- lah) yang berlangsung konstan (ajek), tidak pernah berubah, serta tidak bisa dilawan sebagai bukti dari wujud dan kuasa-Nya (QS Ali Imran [3]: 190-191).
Namun, perubahan yang dike- hendaki, yaitu perubahan menuju kemajuan, tidak datang dari langit (given) atau datang secara cuma- cuma (taken for granted). Hal ini karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mengubah diri mereka sendiri (QS Al-Ra`d [13]: 11).
Untuk mencapai kemajuan, setiap orang harus merencanakan perubahan. Dan, perubahan itu harus datang dan dimulai dari diri sendiri.
Perubahan sejatinya tidak dapat dipaksakan dari luar, tetapi merupakan revolusi kesadaran yang lahir dari dalam.
Itu sebabnya, kepada orang yang bertanya soal hijrah dan jihad, Nabi berpesan. Ibda’ bi nafsik, faghzuha (mulailah dari dirimu sendiri, lalu berperanglah!). (HR al-Thayalisi dari Abdullah Ibn `Umar).
Perubahan dari dalam dan dari diri sendiri, seperti diharapkan Nabi SAW dalam riwayat di atas, merupakan pangkal segala perubahan dan sekaligus merupakan kepemimpinan dalam arti yang sebenarnya. Hakikat kepemimpinan adalah kepemimpinan atas diri sendiri.
Dikatakan demikian, karena seorang tak mungkin memimpin dan mengubah orang lain, bila ia tak sanggup memimpin dan mengubah dirinya sendiri.
Perubahan dalam diri manusia dimulai dari perubahan cara pan- dang atau perubahan paradigma pikir (mindset). Manusia tak mungkin mengubah hidupnya, bila- mana ia tak mampu mengubah paradigma pikirnya.
Karena itu, kita disuruh mengubah pikiran kita agar dapat mengubah hidup kita (change our thinking change our life).
Untuk merubah diri menjadi lebih baik, Anda tidak bisa terus-menerus berada di zona nyaman. Anda harus berani melangkah keluar dan mencoba hal-hal baru. Terlebih lagi jika zona yang Anda tempati selama ini buruk. Maka Anda wajib cepat-cepat berhijrah.
Carilah lingkungan yang baik, dimana Anda bisa berkumpul dengan orang-orang yang shaleh dan memiliki jiwa optimis.
Sebuah tempat yang dapat mempermudah datangnya rezeki Anda, serta mendatangkan kedamaian hati. Jangan takut untuk menghadapi hal-hal baru. Sebab sekalipun Anda bersembunyi perubahan itu yang akan datang menemui Anda.
Akhirnya, perubahan diri itu, menurut Imam al-Ghazali, membu- tuhkan tindakan nyata (al-Af`al).
Ilmu hanya menjadi kekuatan jika ia benar-benar dikelola menjadi program dan tindakan nyata yang mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)