Mengingat Kebaikan Orang Lain

oleh -
Ilustrasi. (Youtube/Islam Populer)

Banyak orang keluar masuk dalam hidup kita. Ada yang melintas dalam waktu  singkat, namun membekas keras. Ada yang telah lama berjalan beiringan, tetapi tak disadari arti kehadirannya. Ada pula yang begitu jauh di mata, sedangkan penampakannya melekat di hati. Ada yang datang pergi begitu saja seolah tak pernah ada.

Sejalan dengan itu ambillah pentuah ini : “Jika engkau menerima sesuatu dari orang lain, tulislah itu pada batu. Tetapi jika engkau memberi sesuatu kepada orang lain, tulislah itu di atas pasir. Yang di batu akan terukir, sedangkan yang di pasir akan terhapus. Ungkapan ini mengajar kita akhlak mengingat sekaligus seni melupakan.

Memang, terkadang kita sering melupakan jasa orang lain, kita lebih senang mengungkit kebaikan kita kepada orang lain  dibanding  mengingat kebaikan orang lain kepada kita.

Ada sebuah  nasehat bagus berbunyi” kalau kamu memberi, lupakan (tidak  usah diingat-ingat lagi), tapi kalau orang lain memberimu, ingatlah seumur hidupmu”.

Bukankah itu sebuah nasehat yang simple namun sering kita abaikan? sebuah nasehat yang tak perlu kamus untuk sekadar mengartikannya atau mencernanya.

BACA JUGA :  PP HPA: Statemen Habib Abu Bakar Al Attas Mewakili Pribadi, Bukan Alkhairaat

Sebuah kalimat simpel penuh makna yang semua orang yang bisa berbahasa Indonesia pun akan dengan mudah mengucapkan bahkan mengartikannya. Namun, sebuah nasehat baik hanya akan keluar dari lisan orang-orang yang masih mau menggunkan nurani, karena dari sanalah sumber kebaikan yang diberikan Allah kepada makhluknya.

Berapa kali dalam sehari kita mengeluh dengan kata-kata, tidak tahu terima kasih, kacang lupa kulit, lupa daratan atau dengan bahasa-bahasa dan sindiran lainnya. namun kita sendiri tidak menyadari bahwa kita pun pernah bahkan sering melupakan jasa orang lain kepada kita.

Bukankah pemberian terbaik adalah pemberian yang tidak diikuti keburukan? bukankah pemberian terbaik adalah pemberian tulus tanpa pamrih? kita semua tahu, tapi malu untuk mengakui. karena memang kita belum mampu untuk melakukan apa yang memang kita yakini.

BACA JUGA :  Menata Hati

Memang paling mudah adalah menjelekkan orang lain, paling gampang adalah menyalahkan orang lain, tapi kita lupa bahwa kita juga pernah berbuat salah, kita juga manusia tempatnya lupa dan salah.

Maka  mulailah menghargai orang lain, mulailah melupakan kebaikan kita pada orang lain, mulailah mengingat jasa orang lain, mulailah untuk tidak membicarakan kejelekan orang lain.

Ada pula satu kisah yang menarik tentang mengingat kebaikan orang lain. Di dalam Surat Thaha, Allah menghitung nikmat yang telah diberikan kepada Nabi Musa as. Dimulai dari hari kelahirannya, kemudian dihanyutkan di Sungai Nil dan kemudian diambil oleh istri Firaun yang spontan mencintai bayi suci itu.

Dan yang menarik adalah setelah Allah menyebutkan berbagai nikmat ini, Allah mengingatkan kebaikan saudari Musa as dalam Firman-Nya, “(Yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu dia berkata (kepada keluarga Firaun), Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya? Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati.” (QS.Thaha:40)

BACA JUGA :  Satu Orang Tewas dalam Bentrokan Antarwarga di Sigi, Situasi Diredakan

Coba bayangkan, setelah semua kenikmatan yang Allah sebutkan, Dia juga mengingatkan kembali tentang jasa dari saudari Musa yang melakukan langkah untuk menyelamatkan adiknya. Padahal itu hanya perbuatan sederhana yang dilakukan bertahun-tahun yang lalu, bahkan ketika Musa masih bayi. Tapi Allah tetap mengingatkannya kembali.

Seakan Allah ingin mengajarkan bahwa jangan pernah lupakan kebaikan orang lain walau telah sekian lama, walau sekecil apapun! Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang mudah melupakan kebaikan orang lain. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)