Mengidap HIV/AIDS, 283 Orang Meninggal Sejak 2012

oleh -
Koordinator KDS Sampesuvuku, Sulteng Riki M. Lahia

PALU – Sesuai catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulteng, sebanyak 283 orang yang meninggal dunia karena mengidap HIV/AIDS, sejak tahun 2012 sampai Juli 2018.

Ratusan orang yang meninggal tersebut adalah bagain dari total 1854 penderita HIV/AIDS di Sulteng.

Pascabencana ini, terdapat 247 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mulai menjalani teraphy dengan obat AntiRetroviral (ARV) di tiga rumah sakit rujukan, 104 di antaranya mengakses di Posko ARV mobile.

Data in berdasarkan catatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Sampesuvuku.

Koordinator KDS Sampesuvuku, Riki M. Lahia, mengatakan, ODHA di wilayah paling terdampak bencana, masing-masing Kota Palu sebanyak 954 kasus, Kabupaten Sigi 142 kasus dan Kabupaten Donggala 91 kasus. Totalnya berjumlah 1.187 kasus.

Dia mengatakan, permasalahan HIV/AIDS pascabencana, adalah ketika layanan ARV di rumah sakit rujukan, lumpuh.

BACA JUGA :  Korps Brimob Diharap Bisa Menjaga Sulteng dari Ancaman Keamanan

“Hal ini menimbulkan potensi putusnya siklus teraphy AVR bagi ODHA yang sudah mulai kehabisan obat,” katanya saat kegiatan Diskusi Forum Warga Membaca Bencana #10 yang digagas SKP-HAM, Nemu Buku dan Sejenak Hening, di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, Senin (28/01).

Melihat kondisi tersebut, maka pihaknya pun berinisiatif mendirikan posko untuk keberlanjutan teraphy AVR bagi ODHA.

“104 ODHA mengakses ARV di posko ARV mobile. Sedangkan 143 orang tetap mengakses di rumah sakit,” katanya.

Dia merincikan, total klien di Rumah Sakit Anutapura sebanyak 116 ODHA, di RS Undata sebanyak 116 ODHA, dan RS. Madani sebanyak 15 ODHA.

BACA JUGA :  Debat Publik Kedua Pilbup Touna Sukses Digelar

Lebih lanjut dia mengatakan, bentuk distribusi ARV di posko ARV mobile dilakukan dalam bentuk pengantaran langsung ke tempat ODHA sebanyak 39 orang, pengiriman ke wilayah pengungsiaan ODHA sebanyak 28 orang dan pengambilan langsung di Posko AVR mobile sebanyak 37 orang.

Dia pun mengemukakan hambatan dalam penanganan ODHA, yakni belum adanya Polymorase Chain Reaction (PCR) di Sulteng.

“Lalu, rumah sakit rujukan ARV hanya ada di Kota Palu yang membuat ODHA harus mengeluarkan biaya dan energi besar. Selain itu, banyak ODHA di luar Palu sehingga risikonya adalah keterlambatan pengiriman, tercecer atau tertukar paket kiriman,” tambahnya.

BACA JUGA :  Dishub Morowali Tertibkan Kendaraan yang Parkir Liar di Ruas Jalan

Selain itu belum terintegrasinya sistem layanan perawatan, dukungan dan pengobatan di rumah sakit rujukan layanan HIV, dengan tenaga pendamping ODHA, menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka putus obat di Sulteng.

“Untuk itu kami merekomendasikan celah sistem perlu dibenahi dalam rangka optimalisasi penanggulangan HIV dan AIDS. Melakukan program pendampingan dalam upaya penjangkauan dan distribusi ARV serta perlu adanya rumah singgah bagi ODHA,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, ODHA yang tempat tinggalnya hancur dan tidak layak huni, perlu mendapatkan bantuan rehabilitasi rumah dan bantuan usaha.

“Penting peningkatan kapasitas komunitas dan dukungan pembiayaan,” imbuhnya. (IKRAM)