Alam menyatukan semua makhluk. Mereka bercengkerama, berinteraksi, dengan memanfaatkan apa yang ada di dalamnya.
Meski ada banyak makhluk berbeda, mereka tetap ada dalam kesatuan. Semuanya menggambarkan kehidupan yang tidak berjalan otomatis. Ada yang menggerakkan mereka, yaitu Allah.
Alam seperti rumah yang kokoh. Di dalamnya terdapat segala hal yang dibutuhkan. Langit menjulang tinggi seperti atap. Bumi terbentang layaknya karpet. Bintang ber kelap-kelip bagaikan lampu. Ada banyak ciptaan di dunia ini.
Saking banyaknya, manusia kesulitan untuk menghitung ciptaan Allah satu per satu. Jangankan menghitung semuanya, sekiranya semua makhluk bersatu untuk mendalami hikmah di balik penciptaan satu makhluk saja, sungguh mereka tidak akan mampu.
Itulah tulisan Hujjatul Islam al-Ghazali dalam bukunya al-Hikmah fi Makhluqatillah yang menggambarkan betapa hebatnya ciptaan Allah. Buku yang berarti hikmah penciptaan Allah itu disajikan dalam narasi reflektif yang mengha nyutkan pembacanya kedalam alam pencip taan.
Imam Al-Ghazali mengambil sampel ikan salah satunya. Beliau melihat ikan memiliki sirip dan ekor yang bergoyang-goyang sehingga membuatnya dapat berenang. Makhluk itu dapat berkembang biak dengan cepat. Hanya dengan sekali kehamilan, ikan dapat melahirkan banyak anak yang tidak memerlukan pengasuhan karena anak-anak itu dapat langsung hidup dengan sendirinya. Apa hikmah di balik itu?
Menurut Hujjatul Islam, jumlah mereka akan selalu banyak karena satu dan lainnya saling memakan. Selain itu, manusia dan hewan di darat juga menyukai daging ikan. Itu baru satu.
Masih ada 14 hikmah lainnya yang kaya dengan penjelasan tentang ciptaan Allah. Siapa pun yang membacanya akan berpikir bahwa ciptaan tersebut tidak mungkin hadir begitu saja. Ada yang mendesainnya dengan sangat apik sehingga hidup dan berkaitan dengan makhluk lainnya.
Selanjutnya Imam al-Ghazali memberikan amalan spiritual untuk menikmati hidangan Ilahi sebagai pengaguman kita terhadap ilahi rabbi.
Pertama, memahami keagungan firman Allah dan diyakini sebagai bacaan paling mulia yang menunjukkan keagungan dan ketinggian-Nya.
Kedua, mengagungkan Dzat yang berfirman, Allah. Ini dilakukan dengan selalu membaca ta’awwudz dan basmalah serta menghadirkan keagungannya itu dalam hatinya sebelum membacanya.
Ketiga, kehadiran hati (khusyû’) dan menjauhkan diri dari bisikan jiwa yang dapat merusak konsentrasi.
Keempat, merenungi (tadabbur) kedalaman, keindahan, dan kesesuaian pesannya bagi kehidupan.
Kelima, berusaha memahami (tafahhum) jamuan ayat-ayat-Nya, sehingga merasa terkesan dan penasaran untuk selalu membaca dan membacanya.
Keenam, menghindari hambatan-hambatan pemahaman selama menikmati jamuan, karena ketika hati lengah, godaan setan pasti datang untuk mengalihkan perhatian.
Ketujuh, menyadari sasaran pesan moral jamuan (takhshîsh). Sang penikmat jamuan itulah yang dituju oleh pesan moralnya.
Kedelapan, berusaha menghayati dan menerima pesan (ta’atssur) dari jamuan itu, agar sang penikmat berusaha mengamalkan pesannya.
Kesembilan, meningkatkan penghayatan (taraqqî) terhadap makna jamuan, agar hati menjadi khusyu’, ucapan terjaga, sikap bijaksana, pikiran positif, dan amalan selalu istiqâmah.
Kesepuluh, melepaskan diri dari segala daya dan kekuatan (tabarrî) selain Allah dengan penuh keridhaan hati dan dengan selalu menyucikan diri dari dosa dan maksiat kepada Allah. Demikianlah semoga bermanfaat. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)