Mengenal Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

oleh -
Kantor BPS Sulteng

Oleh : Ikhlasul Fajri

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tengah telah merilis data kemiskinan Sulawesi Tengah pada keadaan Maret tahun 2021. Dari data yang dirilis BPS, dapat kita lihat bahwa persentase penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 13 persen, meningkat 0,08 persen dibandingkan persentase penduduk miskin pada bulan maret 2020 yakni sebesar 12,92 persen. Jika kita melihat data ini secara tunggal (tanpa mengaitkan dengan data lain) maka kita dapat memaklumi peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut, pasalnya pada tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaannya dan jatuh pada jurang kemiskinan.

Namun, jika kita mengaitkan data kemiskinan dengan data pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang tumbuh sebesar 4,86 persen, maka kita akan melihat fenomena menarik dimana pertumbuhan ekonomi justru menyebabkan pertambahan persentase penduduk miskin. Hal ini tidak sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa dengan adanya pertumbuhan ekonomi berarti terdapat peningkatan produksi sehingga menambah lapangan pekerjaan yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan. Ahli Ekonomi Sukirno menyatakan, pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Pernyataan yang sama juga dikeluarkan oleh peneliti ekonomi, Siregar dan Wahyuniarti yang menyatakan pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat pengurangan kemiskinan.

Katidaksesuaian antara teori dan data ini tentu saja dapat menimbulkan perdebatan mengenai data BPS. Apakah BPS salah mengeluarkan data? atau memang ada penjelasan mengenai fenomena saat ini?.

BACA JUGA :  Menakar Starting Point Posisi Elektabiltas Paslon Gubernur dan Wagub Jelang Kampanye 2024 di Sulteng

Jenis Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertumbuhan ekonomi inklusif dan pertumbuhan ekonomi eksklusif. Pertumbuhan inklusif sering dimaknai sebagai pertumbuhan ekonomi yang difokuskan pada penciptaan peluang ekonomi dan dapat diakses oleh semua (Ali dan Zhuang 2007). Menurut Chakrabarty (2009), pendekatan pertumbuhan yang inklusif mengambil perspektif jangka panjang. Oleh karena itu, pertumbuhan inklusif seharusnya bersifat inheren, berkelanjutan, serta mengurangi kesenjangan antara miskin dan kaya. Pertumbuhan inklusif memungkinkan setiap individu untuk berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi eksklusif adalah pembangunan ekonomi yang hanya terkonsentrasi dan menguntungkan sebagian kecil kelompok tertentu. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin semua orang akan memperoleh manfaat yang sama. Pertumbuhan ekonomi eksklusif inilah yang diduga terjadi di Sulawesi Tengah.

Untuk mengetahui jenis pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah, terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu: (1) dengan cara memperkirakan jenis pertumbuhan dengan melihat indikator pertumbuhan inklusif (kemiskinan, ketimpangan, dan IPM); dan (2) Cara lain yang lebih akurat adalah dengan cara menghitng Inclusive Growth Index (IGI).

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah

BACA JUGA :  Etika dan Perilaku Politik dalam Menghadapi Pilkada

Selama tahun 2020, PDRB Sulawesi Tengah meningkat 4,84 persen dibandingkan tahun 2019. Namun, jika kita lihat lebih detail, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,84 persen tersebut hanya berasal dari pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Morowali saja, dengan pertumbuhan 28,93 persen. Sedangkan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Tengah mengalami kontraksi ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan pendapatan yang besar di Sulawesi Tengah. Selain terjadi ketimpangan ekonomi, nilai IPM sebagai modal pembangunan manusia juga mengalami pertumbuhan yang rendah dimana pada tahun ini peningkatan IPM hanya berada pada angka 0,05 poin saja. Pertumbuhan ini merupakan pertumbuhan terendah dalam 5 tahun terakhir, dimana dalam 5 tahun terakhir pertumbuhan IPM selalu diatas 0,6 poin. Kedua indikator ini mengindikasihkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah belum bersifat inklusif.

Meskipun penjelasan diatas sangat mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah masih belum bersifat inklusif. Untuk memastikan jenis pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah secara akurat, kita tetap harus memastikan jenis pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dengan menghitung Inclusive Growth Index (IGI). BPS pada Media Analisis Data Statistik (Dialistik) Volume 2 telah menghitung nilai IGI Sulawesi Tengah dan didapat bahwa nilai IGI Sulawesi Tengah hanya berada pada kisaran 3,26 poin saja (berada pada kelompok pertumbuhan yang tidak bersifat inklusif).

Membangun Perekonomian Sulteng yang Inklusif

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah masih belum bersifat Inklusif. Hal ini jugalah yang menjadi alasan mengapa pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2020 tidak dapat menurunkan angka kemiskinan. Lalu pertanyaan yang mungkin akan muncul berikutnya adalah, mengapa pertumbuhan ekonomi harus bersifat inklusif? Dan bagaimana cara agar pertumbuhan ekonomi dapat bersifat inklusif?. Berikut ini pendapat dari para pakar ekonomi mengenai pertanyaan tersebut.

BACA JUGA :  Menakar Manfaat dan Pengaruh Debat Publik Paslon dalam Pilkada 2024 bagi Pemilih di Sulteng

Menurut Asean Development Bank (ADB), berikut merupakan beberapa alasan mengapa pertumbuhan perlu inklusif di antaranya: pertimbangan kesetaraan dan keadilan, pertumbuhan terdsitribusi dan inklusif di seluruh lapisan daerah; pertumbuhan dengan ketimpangan yang persisten dapat membahayakan kondisi sosial, ketimpangan dalam hasil dan akses yang berkelanjutan dapat mengganggu stabilitas politik dan struktur sosial.

Siwage Dharma Negara dalam Jurnalnya “Membangun Perekonomian Indonesia yang Inklusif dan Berkelanjuta” menyatakan terdapat beberapa cara untuk membangun perekonomian yang inklusif, yaitu : (1) diversifikasi sumber-sumber pertumbuhan (mengurangi  ketergantungan pada eksploitasi sumber daya alam), (2) menutup kesenjangan  pembangunan antara wilayah, (3) mempercepat  pembangunan infrastruktur untuk mendorong konektivitas dan biaya logistik  yang lebih rendah, (4) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (5)  mengelola urbanisasi, dan (6) mengatasi perubahan iklim. Penjelasan diatas mungkin juga dapat diterapkan di Sulawesi Tengah.

*** Penulis adalah ASN BPS Kabupaten Sigi