Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima taubat hamba-Nya selama ruh belum sampai di kerongkongan” (HR al-Timirzi, Ibn Majah, & al-Nasa’i).
Sebagai manusia, kita pasti pernah berbuat dosa karena manusia adalah tempatnya salah dan khilaf. Akan tetapi Allah SWT menyukai orang-orang yang bertobat ketika melakukan kesalahan, sesuai penggalan surat Al-Baqarah ayat 222, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
Karena itu Allah SWT selalu membuka pintu taubat bagi hambanya. Pintu taubat selalu terbuka setiap saat bagi setiap insan, tetapi kebanyakan kita cenderung memilih menjauh karena lebih lebih memilih memperturutkan hawa nafsu.
Padahal sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah (QS. Yusuf: 53). Sehingga tak mengherankan bila sebahagian orang betah melakukan kejahatan-kejahatan, walaupun merusak orang banyak dan senang menikmati hasilnya.
Padahal yang demikian menambah keras hati atau bebal dalam dosa, apalagi bagi orang-orang yang tak disegerakan azab.
Padahal tak mendapat azab setelah melakukan kejahatan demi kejahatan bukan karena luput dari perhatian Allah. Tetapi lebih karena ditundanya azab.
Sebagaimana telah diingatkan dalam Alquran: “Dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak” (QS. Ibrahim: 42).
Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa yang pernah melakukan kezhaliman terhadap saudaranya baik dari kerhormataannya atau hartanya, maka hendaknya pada hari ini dia meminta halal darinya, sebelum ia diminta ketika tidak mempunyai dinar atau dirham lagi (Hari Kiamat).
Apabila ia mempunyai amal shalih maka diambil kebaikannya setimpal dengan kezhalimannya, dan apabila ia tidak mempunyai kebaikan, maka diambil keburukan orang yang dizhaliminya lalu diberikan kepadanya.” (HR. Ahmad).
Sungguh, wajib atas seorang mukmin untuk berusaha, agar bebas dan selamat dari mengambil hak saudaranya dengan mengembalikan hak itu kepadanya, atau minta dihalalkan olehnya.
Apabila kesalahan itu menyangkut kehormatan, maka dia harus minta dimaafkan jika dia dapat melakukannya.
Jika dia tidak dapat melakukannya, atau khawatir dengan menceritakan apa yang telah dia perbuat dapat menimbulkan masalah yang lebih besar, maka hendaknya ia memohonkan ampunan untuk saudaranya itu, mendoakannya dan menyebut kebaikan-kebaikannya yang ia ketahui, sebagai ganti keburukan saudaranya yang telah ia pergunjingkan di tempat-tempat perkumpulan.
Bertaubat tidaklah harus menunggu perbuatan dosa terlebih dahulu, tetapi setiap dosa harus segera ditaubati. Karena pada dasarnya manusia yang hidup di dunia ini berada dalam kubangan kesalahan. Baik kesalahan dhahir yang kasat mata maupun kesalahan bathin yang dilakukan hati.
Sebagaimana Rasulullah SAW pernah menerangkan hal ini kepada Abdillah bin Mas’ud “Barangsiapa bertaubat tetapi tidak meninggalkan kesombongan dan kecongkakannya, berarti dia belum bertaubat”.
Taubat merupakan kesempatan yang disediakan oleh Allah swt kepada hambanya yang telah melakukan kesalahan. Taubat adalah peluang emas bagi manusia untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Allah SWT sungguh mengistimewakan para pertaubat, apalagi jika mereka adalah orang-orang muda.
Sungguh Allah akan mengganti segala keburukannya menjadi kebaikan. Karena itu, sepantasnya kita segera menuju pintu taubat.
“Setiap manusia pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah ia segera bertaubat”. (HR. al-Hakim, Ahmad, al-Tirmizi,). Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)