Mengaku Korban KDRT Oknum TNI, Rut Minta Atensi Panglima

oleh -
Rut Yohanes saat memberikan keterangan pers di Sekber Jurnalis Palu

PALU – Membina rumah tangga bahagia menjadi impian setiap pasangan. Namun impian itu tidak dirasakan Rut Yohanes, salah seorang istri dari anggota TNI, yang mengaku menjadi korban dugaan penganiayaan dan penelantaran.

Warga Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah ini, kepada sejumlah wartawan di Kota Palu, mengungkapkan apa dialaminya selama hampir tiga tahun membina hubungan bersama suaminya, Praka HR, yang merupakan anggota Yonif Para Rider 503/Mayangkara.

Ibu satu orang anak ini menuturkan, dugaan penganiayaan dialaminya itu terjadi sejak awal pernikahan dirinya bersama Praka HR.

“Kami menikah 2019, dan setelah menikah saya baru tahu ternyata dia suka main judi. Saya pun laporkan itu awalnya ke satuan, tapi dia tidak hiraukan. Malah kami akhirnya bertengkar dan berujung penganiayaan kepada saya,” ungkap Rut saat menggelar Konferensi Pers di Sekretariat Bersama (Sekber) Jurnalis Palu, Jalan Ahmad Yani, Kota Palu, belum lama ini.

Akibat penganiayaan dialami, Rut sempat mengalami keguguran saat mengandung anak pertama. Dirinya pun juga diusir dari Rumah Dinas yang berada di Mojokerto, Jawa Timur.

Sikap suaminya itu, kata dia, tidak juga berubah hingga 2020, di mana ketika itu dirinya kembali mengandung anak kedua. “Sikap dan perilakunya tidak berubah, Januari 2020 kembali terjadi pertengkaran dalam keadaan hamil sekira 3 bulan. Saya ditendang di bagian perut dengan lutut,” sebutnya.

Di pertengahan 2020, penganiayaan kembali dialami Rut. Dia mengaku dipukul bagian belakangnya dan ditendang di perut memakai lutut dan lehernya pun dicekik. Saat itu usia kehamilannya masih lima bulan lebih.

Dia mesti bertahan dengan suami yang terus-terusan melakukan penganiayaan sementara dirinya tengah mengandung.

Ketika anaknya lahir, kekerasan juga masih dialami Rut. Tidak hanya kekerasan fisik semata namun kekerasan verbal berupa maki-makian juga diterima oleh korban.

Di usia anaknya dua bulan, Rut mendapatkan perlakuan kasar dimana kepalanya dibenturkan ke diding sebanyak dua kali.

“Permasalahannya cuma karena anak kami sedang sakit panas, kami jadi bertengkar dan berujung dia menganiaya juga mengusir saya dari rumah dinas,” terangnya.

Memang diakui Rut, permasalahan dirinya dan suami sudah beberapa kali dimediasi oleh satuan. Tetapi sifat suaminya tidak kunjung berubah.

Dia pun memutuskan untuk keluar dari asrama untuk mencari kerja di Surabaya bersama anaknya, dengan sepengetahuan dan izin dari istri Komandan Kompi.

“Oleh satuan saya dipanggil lagi selesaikan masalah, tapi yang ada saya malah ditampar lagi. Saya pun memutuskan pulang ke rumah orang tua saya di Sulawesi Tengah, dan kemudian saya mencari kerja di Kota Palu,” tuturnya.

Selama tujuh bulan berada di Sulawesi Tengah, dirinya dan sang anak yang masih balita diterlantarkan. Barulah setelah itu perwakilan dari satuan suaminya tersebut datang memintanya untuk kembali ke satuan. Dia mengaku sebenarnya tidak ingin kembali, mengingat perlakuan suaminya yang begitu sadis kepada dirinya.

“Tetapi karena ada jaminan dari kesatuan untuk melindungi saya dan anak, juga upaya mediasi dari Polisi Militer Palu, juga permintaan ibu saya untuk memberikan kesempatan kepada suami saya untuk berubah dan saya memaafkan semua kesalahannya. Dan saya pun akhirnya kembali ke asrama satuan di Jawa,” papar Rut.

Tapi keharmonisan keluarganya tidak berlangsung lama. Menurut dia, hobi suaminya bermain judi tidak hilang. Pertengkaran di rumah tangga itu kembali terjadi dan berujung kekerasan fisik. Bahan kali ini, bukan hanya Rut yang jadi korban, sang anak yang baru berumur setahun lebih, juga menjadi korban.

“Dia menendang saya dan anak memakai sepatu, karena sakit hati melihat anak yang ikut jadi korban saya membalas dengan mengambil pisau dan melemparkan ke dia kena di bawah pundaknya,” ungkapnya.

Usai pertengkaran itu, dirinya di asrama merasa terpenjara, karena tidak boleh keluar. Sekadar membawa anaknya untuk berobat karena sakit panas pun tidak diizinkan. Bahkan dirinya merasa fakta yang ada diputar balik oleh suaminya, yang membuat opini bahwa dirinya bukan wanita baik-baik.

“Waktu itu kami dipisahkan rumah tapi masih dalam satuan, kemudian tiba-tiba dia datang dan mengambil gambar saya yang kebetulan di rumah memang memakai baju minim dan dilaporkan kepada komandan bahwa saya yang tidak benar,” jelasnya.

Untuk kesekian kalinya juga, dia akhirnya memutuskan benar-benar keluar dari asrama tersebut, karena dalam kondisi sakit pun tidak diizinkan keluar. Akhirnya setelah lama beradu argumen, Rut bersama anaknya keluar dari asrama dan tinggal sementara di rumah keluarganya di Surabaya.

“Saya juga berupaya mengadukan hal ini ke Kasad (Kepala Staf TNI Angkatan Darat) namun upaya saya yang sudah sampai ke kediaman Kasad juga seolah-olah dihalang-halangi, hingga saya pun tidak bertemu dengan Kasad,” kata Rut.

Dia pun juga pernah mengadu ke sejumlah lembaga perlindungan perempuan maupun Komnas HAM, namun prosesnya tidak berjalan, karena pihak satuan memintanya kembali ke asrama.

Padahal, Rut mengaku, kembali ke asrama tersebut, sama saja untuk mengulang trauma yang dialaminya. “Tidak ada jaminan keamanan bagi saya, tidak akan dianiaya lagi kalau saya pulang ke kesatuan (Asrama),” sebutnya.

Atas apa dialaminya ini, Rut meminta agar pimpinan tertinggi TNI, dalam hal ini Panglima TNI dapat melakukan proses hukum atas apa telah dilakukan oknum Praka HR terhadap dirinya dan anaknya. Dia juga bersikukuh untuk bercerai dengan terduga pelaku dan meminta agar hak asuh anak tetap jatuh kepada dirinya sebagai ibu kandung.

Sementara itu, Komandan Yonif Para Rider 503 Mayangkara, Letkol Inf Roliyanto yang dikonfirmasi, mengungkapkan, bahwa dirinya sebagai Komandan meminta Rut untuk kembali ke satuan. Karena istri dari Praka HR ini, meninggalkan rumah tanpa izin. “Kami sedang menyelesaikan permasalahannya,” singkat Danyon 503 Mayangkara, Kamis (24/2/2022).

Terpisah, Perwira Seksi (Pasi) Intelijen Yonif Para Rider 503 Mayangkara, Lettu Inf M Rizky, yang ditugaskan Danyon 503 menjelaskan duduk persoalan kasus ini kepada media, menyampaikan bahwa satuannya tidak akan membela anggota yang salah. Namun terkait kasus yang dilaporkan istri anggota TNI ini, tidak ditemukan bukti yang cukup.

“Terkait dugaan penganiayaan, dia sama sekali tidak punya bukti bahwa dianiaya, seperti visum contohnya. Begitu juga penelantaran, yang kami dapat buktinya malah suaminya tetap mentransferkan uang kepada dirinya,” ungkap Rizky.

Lebih jauh dia menyampaikan, bahwa istri dari Praka HR ini juga sudah mengadu ke Kasad. Dan perintah Kasad, kata Rizky, jelas bahwa permasalahan rumah tangga ini diselesaikan di satuan.

Pihaknya, kata Pasi Intel, tidak dapat menyelesaikan permasalahan ini, jika istri dari Praka HR tersebut tidak pulang ke kesatuan.

Disinggung terkait keamanan bagi Rut tidak akan diperlakukan kasar lagi oleh suaminya, jika kembali ke kesatuan, Rizky menjamin hal itu tidak akan terjadi. “Kami ini lembaga negara, yang memiliki tugas melindungi, tidak mungkin kami biarkan itu terjadi,” tegasnya.

Dia juga menambahkan, bahwa dari bukti yang didapatkan timnya, diketahui yang melakukan penganiayaan adalah Rut kepada suaminya, karena ada bekas tusuk pisau di tubuh Praka HR. Meski demikian, jika memang istri dari Praka HR tidak juga pulang ke kesatuan, maka pihaknya mendorong untuk proses perceraian. “Untuk perceraiannya sedang diurus,” singkat Pasi Intel.

Reporter: Ikram