Mengakselerasi Kinerja Dimensi Pengetahuan dalam IPM

oleh -
Rukhedi

Oleh: Rukhedi*

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang merepresentasikan tiga dimensi dasar kualitas pembangunan manusia yakni umur panjang dan sehat, pengetahuan dan penghidupan yang layak. Indikator ini bukan saja penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia, tetapi juga digunakan dalam pengambilan kebijakan anggaran pemerintah.

Dalam penentuan Dana Alokasi Umum (DAU) bagi pemerintah daerah, pemerintah pusat menggunakan angka IPM sebagai salah satu alokatornya. Demikian pula indikator dimensi IPM, yaitu harapan lama sekolah (HLS), rata-rata lama sekolah (RLS) dan  pengeluaran merupakan indikator yang digunakan dalam penghitungan Dana Insentif Daerah (DID).

Pentingnya indikator IPM tersebut telah mendorong upaya pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dalam upaya mengakselerasi IPM dalam setiap dimensinya. Dimensi umur panjang dan sehat yang dinyatakan dalam indikator angka harapan hidup menjadi perhatian penting bagi berbagai pemangku kepentingan di bidang kesehatan. Sedangkan dimensi pengetahuan yang direpresentasikan dalam indikator HLS dan RLS menjadi perhatian besar bagi berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan.

Salah satu wujud upaya pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah dalam mengakselerasi kinerja dimensi pengetahuan adalah melalui kegiatan Rapat Koordinasi Satu Data Indonesia (SDI) Sektoral Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah di Palu pada tanggal 1-3 Maret 2023. Kegiatan ini melibatkan pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah, seperti Bappenas, BPS Provinsi Sulawesi Tengah, Bappeda, Dinas Kominfo, dan Dinas Pendidikan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Koordinasi ini menjadi penting ditengah peningkatan IPM yang cukup baik pada tahun 2022. Peningkatan IPM 2022 terjadi pada semua dimensi, baik umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Meskipun demikian, dimensi pengetahuan nampaknya memberikan kontribusi yang lebih rendah dibandingkan dimensi lainnya.

Pada tahun 2022, IPM Sulawesi Tengah mencapai 70,28. Angka ini meningkat sebesar 0,49 poin dari tahun 2021 yang sebesar 69,79 atau tumbuh sebesar 0,70 persen. Nilai IPM yang menyentuh angka 70 menunjukkan bahwa status pembangunan manusia di Provinsi Sulawesi Tengah telah mencapai status “tinggi” dari tahun sebelumnya yang masih pada status “sedang”.

Pada dimensi umur panjang dan sehat, bayi yang baru lahir memiliki peluang untuk hidup hingga usia 68,93 tahun, meningkat 0,1 tahun dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada dimensi penghidupan yang layak, rata-rata pengeluaran per kapita disesuaikan pada tahun 2022 sebanyak Rp9.7 juta, naik sebesar 3,39 persen dibandingkan tahun 2021.

Di sisi lain, pada dimensi pengetahuan anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk bersekolah selama 13,32 tahun, meningkat 0,09 tahun dibandingkan pada tahun 2021. Sementara itu, penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 8,89 tahun, relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Perlambatan pertumbuhan pada indikator pendidikan tentu tidak perlu terlalu dikhawatirkan sepanjang upaya untuk mengakselerasinya telah dilakukan secara maksimal. Pada tahun 2021 dan 2022, pertumbuhan sektor jasa pendidikan dalam perekonomian Sulawesi Tengah mencapai 1,21 persen dan 2,89 persen. Pertumbuhan sektor ini lebih tinggi dari angka nasional yang sebesar 0,11 persen dan 0,59 persen pada periode yang sama. Meskipun bukan merupakan indikator langsung terhadap kualitas pendidikan, setidaknya angka tersebut menunjukkan bahwa seluruh komponen masyarakat di Sulawesi Tengah telah berupaya untuk meningkatkan derajat pendidikan.

Di sisi lain, dinamika perekonomian nasional yang membaik pasca pandemi Covid-19 telah mendorong mobilitas penduduk. Hal ini dapat menjadi “ancaman” upaya peningkatan kualitas dimensi pengetahuan jika penduduk yang telah terdidik dengan baik melakukan migrasi ke luar daerah.

Oleh karena itu, untuk mengakselerasi kinerja dimensi pengetahuan direpresentasikan dalam indikator HLS dan RLS, pemerintah daerah perlu terus berupaya untuk memberikan jaminan pendidikan bagi masyarakat. Hal ini tentu bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan semata karena pendidikan tidak cukup dengan layanan “sekolah gratis”, tetapi juga kebutuhan lainnya khususnya masyarakat miskin yang masih cukup tinggi di Sulawesi Tengah.

Selain itu juga perlu dipersiapkan jaminan bagi tenaga kerja terdidik untuk dapat berkontribusi dalam mengembangkan ekonomi di daerah, sehingga penduduk yang berpendidikan tinggi tidak melakukan migrasi ke luar daerah. Selain berdampak positif terhadap perekonomian daerah, dalam konteks kinerja dimensi pengetahuan juga dapat terjaga keberlangsungannya.

Semoga Rakor SDI Sektoral Pendidikan menghasilkan kebijakan yang optimal dalam mengakselerasi kinerja dimensi pengetahuan dalam IPM.

*Penulis adalah Statistisi BPS Provinsi Sulawesi Tengah