Menakar Pengawasan Tenaga Kerja Asing di Sulteng

oleh -
Nasrun (kiri)

AWAL tahun 2018, Provinsi Sulawesi Tengah sedang diramaikan dengan isu Tenaga Kerja Asing (TKA) khususnya di Kabupaten Morowali, dimana mereka bekerja pada perusahaan yang bergerak pada sektor pertambangan dan industri pengolahan sumber daya mineral.

Fenomena itu sebenarnya bukan hal yang baru, isu TKA sudah hadir sejak tahun 2013 di Kabupaten Morowali, sejak dibukanya Kawasan Indonesia Morowali Industri Park (IMIP). Dalam kawasan itu, setidaknya ada ada 10 perusahaan yang melakukan aktivitas.

Perusahaan itu antara lain, PT Bintang Delapan Mineral (BDM) yang merupakan “founding father” Bintang Delapan Group menuju perusahaan raksasa dunia berbasis nikel dengan luas area IUP 21.659 hektare.

PT Sulawesi Mining Invesment memulai konstruksi 2013 akhir dengan luas area 66 hektare dan menghasilkan produk nikel pig iron (NPI) sebesar 300.000 MT per tahun dan beroperasi sejak Januari 2015. SMI juga ditunjang dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 65×2 MW.

Kemudian, PT Indonesia Guan Ching Nickel and Stainless Stell Industri (GCNS) dengan luas area 66,68 hektare merupakan salah satu perusahaan BUMN Tiongkok yang mengawali pembangunan di area kawasan industri dengan target produksi 600 ribu MT dan PLTU 150×2 MW.

PT Decent Stainless Stell merupakan perusahaan yang berkosentrasi pada produk akhir stainless batangan dengan target produksi 1 juta ton per tahun.

PT Indonesia Tsingsang Stainless Steel merupakan perusahaan dengan produksi akhir stainless steel dengan kapasitas 1 juta ton per tahun dan pembangkit listrik tenaga uap 2×150 MW. Perusahaan ini memiliki luas area sebesar 58 hektare.

PT Dexin Steel Indonesia merupakan pabrik baja karbon, perusahaan patungan antara produsen baja asal China Delong Holdings, melalui anak usahanya Delong Steel Singapore Projects, bersama PT Indonesia Morowali Industrial Park dan Shanghai Decent Investment Group.
PT Broly Nickel Industry merupakan perusahaan pengelolaan nikel dengan teknologi terbarukan. PT Bintang Sarana Selaras, perusahaan dalam kawasan yang terkonsentrasi pada pembangunan, dan pengelolaan rumah susun sewa.

PT Bintang Delapan Terminal merupakan perusahaan yang bertanggung jawab pada arus lalu lintas pelabuhan kawasan industri dengan target dan daya berlabuh 600 ribu MT.

PT Saka Dirgantara Energy merupakan perusahaan yang bertanggung jawab pada pengelolaan bandara kawasan. PT Morowali Mitra Perkasa yang merupakan perusahaan sektor bongkar muat di area pelabuhan kawasan industri.

Sejumlah pihak mengindikasikan banyaknya lalu lintas tenaga kerja asing di dalam kawasan IMIP, khususnya mereka yang bekerja sejumlah perusahaan tersebut. Sementara dilain pihak, sejumlah instansi pemerintah, dianggap tidak mampu melakukan pengawasan atas lalu lintas masuknya tenaga kerja asing itu.

Permasalahan lainnya, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, yang dinilai dapat mempermudah tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia dengan pertimbangan untuk mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi.

BACA JUGA :  Kwarcab Pramuka Sigi Tanamkan Jiwa Kepemimpinan Lewat LPK

“Ada beberapa regulasi yang akhirnya dirubah, dimana masuknya TKA di Sulteng menjadi lebih mudah, karena mereka yang masuk, tidak perlu lagi menggunakan izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA) jika sementara proses uji coba,” kata Komisioner Ombudsman Sulteng, Nasrun, kepada sejumlah wartawan pada kegiatan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, di Kota Palu, Sabtu malam.

Menurut Nasrun, semua pihak baik Imigrasi maupun Dinas Tenaga Kerja, menghitung jumlah TKA, berdasarkan jumlah IMTA yang diterbitkan. Khusunya di Morowali, belum ada data yang pasti, berapa jumlah tenaga kerja asing saat ini, karena data tersebut dapat berubah setiap saat.

Hal yang disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulteng, Abd Razak bahwa data tenaga kerja asing, sangat fluktuatif, tergantung dari masa berlakunya IMTA dari tenaga kerja asing tersebut.

“Karena setiap prang berbeda-beda masa kerjanya,” kata Razak, dalam dialog publik yang digelar AJI Palu, terkait TKA peluang atau ancaman, belum lama ini.

Razak menjelaskan, Per 1 Januari 2018, data TKA di Sulteng sebanyak 3.506 orang. Namun per tanggal 1 Maret 2018 menjadi 3.831 orang. Mereka berasal dari sekitar 318 negara, dan bekerja pada sekitar 97 perusahaan di Sulteng.

Berdasarkan data IMTA, TKA itu sebagian besar merupakan IMTA jangka pendek, atau dibawah dari 1 tahun atau sekitar 2.323 orang. Kemudian IMTA jangka panjang untuk 1 tahun ke atas sekitar 1.508 orang.

Kemudian, dari 3.831 orang tersebut, IMTA yang lintas provinsi, atau selain bekerja di Sulteng, mereka juga bekerja di provinsi lain seperti di Jakarta atau di Maluku, sekitar 3.734 orang.

“Sehingga yang betul-betul memilili IMTA di Sulteng hanya 97 orang, dan seperti inilah keadaanya, berdasarkan data yang kita lihat,” ungkap Razak.

Selain itu, jika dilihat per 1 Maret 2018, tenaga kerja dari Republik Rakyat Cina (RRC) sebesar 1.931 orang. Khusus yang bekerja di Kabupaten Morowali berdasarkan data Disnakertrans Sulteng, per 1 Maret 2018 sebesar 1.893 orang. Sisanya tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sulteng.

Data tersebut tidak berbeda jauh dengan data yang dimiliki PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Chief Eksekutif Officer (CEO) IMIP, Alexander Barus bahkan meminta bantuan Komisi VII DPR terkait keberadaan tenaga kerja asing (TKA) di perusahaan tersebut.

“Karyawan kami sekitar 21 ribu orang tenaga kerja lokal, dan 2.200 tenaga kerja asing,” ungkap Barus di hadapan Gubernur Sulteng Longki Djanggola dan tim Komisi VII DPR yang dipimpin ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu di Palu, 26 April 2018 lalu.

BACA JUGA :  Walhi Sulteng: Minta Pertanggungjawaban Pemerintah

Menurut Barus, jumlah TKA saat ini sekitar 10 persen dari jumlah tenaga kerja atau dengan total investasi di IMIP sekitar Rp70 triliun.

“Untuk TKA, saya harap dukungan dari Komisi VII, kita percepat bagaiamana mengantikan mereka dengan TKI,” kata Barus.

Sementara data terakhir, berdasarkan hasil pemerikasaan Pengawas Ketenagakerjaan Sulawesi Tengah yang mendampingi pemeriksaan khusus dari Kementerian Ketenagakerjaan pada 30 April 2018 yang dipimpin Dirjen Binwasnaker dan K3 Sugeng Priyanto dan Direktur Penegakan Hukum Brigjen Pol. Iswadi Hari dan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Pusat, kawasan PT. IMIP mempekerjakan 2.192 tenaga kerja asing.

Pengawasan TKA Disoal?

Perbedaan data tenaga kerja asing itu, menimbulkan persoalan baru, terkait mekanisme pengawasan yang dilakukan. Komisioner Ombudsman, Nasrun mengatakan Ombudsman bersama sejumlah instansi terkait, telah melakukan kunjungan ke PT IMIP, untuk memastikan informasi data tenaga kerja asing dan mengkalirifikasi beberapa isu terkait hal tersebut.

Menurut Nasrun, banyak hal yang harus dipastikan, apakah kewajiban Imigrasi terkait pengawasan orang asing dilaksanakan atau tidak. Atau, apakah tenaga kerja asing itu, bekerja sesuai dengan keterampilan mereka atau hanya datang sebagai buruh kasar saja.

“Apa yang kami lihat, itu yang kami klarifikasi, Kami temukan, masih ada yang menjadi supir,” ungkap Nasrun.

Selain itu, pihak Ombudsman Sulteng telah bertemu dengan gubernur Sulteng dan memberikan saran untuk melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah perusahaan di dalam kawasan IMIP. Saran itu, karena adanya indikasi, kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh instansi teknis terkait. Nasrun mencontohkan di akhir tahun 2017, di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, hanya ada satu orang pengawas tenaga kerja.

Pihak Ombudsman Sulteng kata Nasrun, juga menyarankan kepada Kanwil Kemenkumham Sulteng melalui Divisi Imigrasi, untuk menaikan status Imigrasi di Luwuk Banggai, karena saat ini masih kelas III. Karena sebanian tenaga kerja itu, melakukan perpanjangan IMTA di Imigrasi Luwuk.

“Itu telah kami sampaikan juga dalam Diskusi AJI Palu, terkait tenaga kerja asing,” kata Nasrun.

Sementara itu, Kepala Divisi Imigrasi, Kanwil Kemenkumham Sulteng, Husni mengatakan soal mekanisme pengawasan khususnya orang asing kata dia, divisi imigrasi membentuk yang namanya tim pengawasan orang asing (tim pora). Pembinanya Gubernur Sulteng dan Kakanwil Kemenkumham. Anggota dari tim tersebut terdiri dari tiga tingkatan yakni mereka yang terkait langsung misalnya Disnaker, karena mereka yang mengurusi izin kerja dan kami mengurusi izin tinggal. Kemudian Polri dan TNI, Badan Kesbangpol baik ditingkatan provinsi maupun kabupaten/kota.

“Mekanisme pengawasan orang asing ke depan, kami akan terus berkoorndinasi dengan tim pora, dimana didalamnya terdapat sekitar 24 instansi terkait,” kata Husni.

BACA JUGA :  Hadiri Pembukaan PON XXI, Gubernur: Optimis Target ‘Sulteng Emas’ Terpenuhi
Diskusi Publik AJI Palu, TKA, Peluang atau Ancaman?

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah telah mengeluarkan rekomendasi untuk mengembalikan ke negara asalnya (deportasi) para tenaga kerja asing (TKA) ilegal di kawasan pertmabangan nikel Kabupaten Morowali, berdasarkan hasil inspeksi mendadak (sidak) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.

“Pemprov Sulteng sangat tegas dan intensif melakukan pengawasan kepada TKA, bahkan pemda telah mengeluarkan rekomendasi deportasi TKA setelah sidak Disnakertrans pada Januari dan April 2018,” kata Gubernur Sulteng Longki Djanggola melalui Kepala Biro Humas Pemprov Moh. Haris Kariming seperti dilansir dari Antara, Ahad (6/5).

Penjelasan ini dikemukakan Haris Kariming di sela mendampingi Gubernur Sulteng Longki Djanggola melakukan perjalanan dinas ke Kabupaten Morowali melalui Makassar dan Kendari lalu berjalan darat menyusuri jalur trans Sulawesi dari Kota Kendari, Sultra ke Morowali, Sulteng.

Di Kota Bahodopi, Kabupaten Morowali, gubernur dan rombongan akan menggelar pertemuan dengan manajemen PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), pengelola kawasan industri pertambangan nikel terbesar di Indonesia, untuk membahas keberadaan TKA asal Tiongkok yang dilaporkan mencapai ribuan orang di perusahaan tersebut.

“Gubernur sangat serius menanggapi pemberitaan media terkait ribuan TKA di PT. IMIP. Jadi sama sekali tidak betul kalau Pemprov ada `hangky-pangky` dengan investor dan perusahaan di kawasan PT. IMIP seperti yang dituduhkan Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Nasdem Irma Suryani di sebuah stasiun televisi nasional,” ujar Gubernur Longki Djanggola seperti dikutip Haris Kariming.

Haris menjelaskan bahwa proses penerbitan RPTKA dan IMTA baru dilakukan oleh pengguna TKA kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2015 tentang SOP Penerbitan Perizinan Penggunaan TKA dalam pelayanan terpadu satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal Sulteng.

Jangka waktu penyelesaian penerbitan RPTKA dan IMTA yang lengkap berkas, kata Haris, seharusnya hanya selama tiga hari kerja tetapi kenyataan satu sampai tiga bulan baru terbit.

Untuk itu, kata Haris, gubernur menghimbau Kementrian Tenaga Kerja agar pada penyusunan RPTKA harus jelas datanya dikirimkan ke Pemprov Sulteng, begitu juga dokumen pendukungnya, termasuk data TKA yang dikirimkan harus riil sebagai bahan pembanding dan pengawasan.

“Sekarang ini pemprov disuruh mengawasi `peta buta` karena data TKA yang bekerja di IMIP yang dikirim oleh Kemenakertrans tidak jelas, begitu sebaliknya dari pihak PT IMIP tidak pernah mengirimkan data TKA yang mereka pekerjakan,” ujar Haris lagi mengutip penjelasan gubernur.

Dalam sidak itu, terdapat dua warga Tiongkok yang sudah bekerja tapi belum memiliki IMTA dan direkomendasikan untuk keluar dari perusahaan/kembali ke negara asalnya. (FAUZI)

Tentang Penulis: Fauzi Lamboka

Gambar Gravatar
Profesi sebagai jurnalis harus siap mewakafkan diri untuk kepentingan publik. Menulis merupakan kebiasaan yang terus diasah. Namun, menulis bukan sekadar memindahkan ucapan lisan ke bentuk tulisan. Tetapi lebih dari itu, mengabungkan logika (akal), hati (perasaan) untuk medapatkan rasa, yang bisa diingat kembali di hari esok.