Sebagai penyampai informasi, media massa senantiasa memberitakan ragam situasi di masyarakat. Dalam mewartakan situasi itu, wartawan dituntut untuk menggunakan akal budinya secara maksimal, agar tulisannya mampu memberikan penjelasan tentang fakta yang mencerahkan bagi pembacanya.
Salah satu situasi yang paling ditagih bagi para wartawan adalah, ketika diperhadapkan dengan isu terorisme. Hal itu setidaknya, dibahas Diskusi Daring, untuk penguatan perspektif korban peliputan isu terorisme bagi insan media, yang diikuti media cetak, media daring, televisi dan radio dari berbagai daerah di Indonesia selama tiga hari, di laksanakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA), Kamis (17/12) baru-baru ini.
Dalam diskusi ini, Direktur Eksekutif AIDA, Riri Khariroh, mengatakan, media massa harus terlibat dalam pembangunan perdamaian dan mencegah timbulnya aksi-aksi kekerasan, diantaranya terorisme media massa dalam mediator atau jembatan yang menghubungkan antara pihak dalam menciptakan komunikasi yang sejuk dan mendamaikan.
Riri mengatakan, dalam situasi konflik kekerasan, media massa harus mengedepankan prinsip jurnalisme damai yang tidak membela kepentingan salah satu pihak yang sedang berseteru.
“Sebaliknya media justru harus mendorong adanya rekonsiliasi,” sebutnya.
Riri mengatakan, media massa dapat melakukan eksplorasi mendalam mengenai dampak-dampak yang ditimbulkan, terutama pada diri para korban.
Dalam pengamatannya, saat ini kebanyakan peliputan terorisme masih cenderung berfokus pada pelaku.
“Media lebih cenderung memuat berita tentang pelaku, tetapi minim sekali yang menuliskan dampak yang ditimbulkan terhadap para korban,” katanya.
Pemberitaan tentang korban masih berkutat pada angka korban yang jatuh. Padahal sangat penting bagi publik untuk mengetahui lebih detail tentang dampak-dampak terorisme pada diri korban. Dari situ, publik diharapkan akan lebih mawas diri dan menyadari pentingnya peran mereka dalam mencegah terjadinya aksi-aksi teror.
Riri berharap media massa dapat menyuarakan hak-hak korban terorisme yang kadang terabaikan oleh negara. “Media bisa menjadi wadah untuk melakukan advokasi hak-hak korban terorisme,” ujarnya.