OLEH: Azman Asgar*

Mungkin, saya termasuk salah satu orang dari sekian banyak manusia di bumi ini yang ikut “bergembira” ketika beberapa negara (termasuk Indonesia) mengumumkan secara resmi rencana vaksinasi massal covid-19 terhadap rakyatnya secara gratis.

Ini merupakan kebijakan tepat sekaligus merupakan sejarah besar di mana proses penemuan vaksin pandemi kali ini lebih cepat dari prediksi para ilmuwan. Tetapi, melihat perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju bisa menjadi alasan kuat meredam pandangan skeptis kita terhadap penemuan vaksin Covid-19 ini.

Meredam bukan berarti menghilangkan cara pandang skeptis itu sendiri, melainkan menyisahkan ruang kritis terhadap apa yang sudah dikerjakan di luar dari kenormalan yang ada, mulai dari waktu pengujian sampai jaminan keamanan vaksin.

Media internasional terpercaya seperti Reutersyang di kutip langsung oleh detik.com (17/12) memberitakan beberapa petugas kesehatan AS yang mengalami reaksi serius setelah disuntik vaksin Pfizer, kita juga belum tahu bagaimana dengan sinovac yang di bandrol oleh pemerintah Indonesia. Ini yang kemudian harus menjadi keseriusan pemerintah sebelum melakukan vaksinasi secara massal kepada miliaran manusia di dunia.

Setelah vaksin benar-benar terpastikan aman bagi Manusia, yang timbul kemudian adalah ramalan, pandangan atau bahkan imajinasi tentang dunia setelah Pandemi covid-19. Seperti apa dan bagaimana kondisi dunia setelah pandemi covid-19 ini?

Banyak pandangan  dan ramalan kompeten tentang kondisi dunia setelah covid-19, mulai dari Martin Suryajaya soal kondisi ekonomi, atau ramalan dari Bill Gates setelah pandemi. Kesemuanya dibangun di atas teori dan argumentasi kuat sehingga menarik untuk di lihat sebagai sebuah realitas di masa mendatang setelah vaksin covid-19 benar-benar terbukti dan teruji.

Ada beberapa kesamaan ramalan Martin dan Bill Gates, utamanya soal penggunaan media komunikasi virtual dalam proses kerja administrasi, seperti rapat-rapat yang melibatkan banyak orang maupun seminar-seminar pertemuan sampai matinya usaha-usaha industri travel dan moda transportasi. Itu semua adalah kebiasaan baru (new normal) yang diwariksan corona virus bagi kehidupan manusia setelah pandemic ini berlalu.

Mengenai ramalan dua pandangan itu, saya memilih berbeda melihat dari pandangan keduanya dalam melihat kondisi dunia setelah pandemi covid-19.

David Harvey memberikan kata kunci dalam  A Brief History of Neoliberlism (2005) “reorganisasi kapitalisme internasioanal” dan “memantapkan kembali akumulasi capital”, teori ini bisa membantu kita melakukan pendekatan dalam melihat kondisi dunia setelah pandemi covid-19.

Berbeda dengan ramalan Martin dan Bill Gates, setelah pandemi saya melihat kondisi dunia akan berjalan seperti biasanya bahkan lebih akumulatif dan eksploitatif, pandangan ini tentunya juga punya basis argumentasi yang kuat.

Saat terjadi pandemi, apitalisme diobrak-abrik secara habis-habisan oleh ganasnya covid-19, tak satupun negara di belahan dunia ini yang lepas dari keganasan corona virus disease 19. Akumulasi modal terhenti, pabrik dan industri besar satu persatu bertumbangan, PHK massal terjadi di mana-mana, akibatnya ketimpangan sosial menjamur ke seluruh dunia sekaligus menjadi pemantik utama terjadinya krisis politik di hampir semua negara.

Akibatnya, dunia diperhadapkan dua pilihan utama, ekonomi atau keselamatan umat manusia. Bagi negara yang mengadopsi sistem Kapitalisme-Neoliberal tentunya tidak akan memilih salah satunya, melainkan menjalankan keduanya secara bersamaan walupun akan berkonsekuensi pada banyaknya korban jiwa akibat covid-19.

Di lansir dari media detikfinance (25/10) ada 11 (sebelas) perusahaan ritel gulung tikar akibat corona virus,  sementara laporan Financial Times yang juga di kutip oleh detikfinance (23/8) sebanyak 46 perusahaan dengan asset US$ 1 Miliar atau sekitar Rp 14 Triliun mengajukan bangkrut hingga 17 Agustus 2020 lalu. Kapitalisme benar-benar terpukul akibat covid-19, dari kondisi yang ada membuat teori-teori konspirasi tentang covid-19 terbantahkan dengan sendirinya.

Situasi ini tidak akan membuat kapitalisme itu mudah ambruk atau menggali lubangnya sendiri, alih-alih negara dipaksa menjadi sosialisme dengan sendirinya seperti ramalan Martin, yang ada kapitalisme hanya sekedar mereorganisasikan dirinya dan memantapkan kembali akumulasi kapitalnya seperti yang di tulis oleh Harvey.

Situasi yang ada justru memaksa Kapitalisme harus cepat mencari jalan keluar dari krisis tengah di hadapi akibat pandemi, salah satunya adalah memainkan perannya lewat skema humanitarian dalam bentuk pinjaman modal (hutang) dan mempercepat pembuatan vaksin covid-19. Dua hal ini yang kemudian bisa merestrukturisasi dan merevitalisasi kembaliproses akumulasi kapital di tengah situasi pandemi sekalipun.

Dalam kondisi seperti apapun itu, bencana alam maupun non alam, kapitalisme selalu melihatnya sebagai opportunities accumulate, tidak heran hal ikhwal yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara seperti jaminan pelayanan kesahatan berubah menjadi komoditi baru  untuk melipatgandakan keuntungan.

Tercatat selama Pandemi covid-19 misalnya, hutang Indonesia tembus di angka Rp 1.817,55 triliun atau 30,21 persen dari PDB, jumlah besaran pinjaman itu justru tidak berbanding lurus dengan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, mulai dari tidak adanya tes swab secara massal sampai komersialisasi rapid tes dan swab tesbagi rakyat Indonesia.

Kembali ke soal penyediaan vaksin covid-19, bagaimanapun vaksin yang di klaim bisa menjadi anti bodi virus covid-19 merupakan salah satu jalan keluar dari krisis kapitalisme di samping sebagai prestasi sebagai “penyelamat” miliaran umat manusia dari bahaya virus corona covid-19.

Setelah vaksin covid-19 ini terbukti berhasil memberikan kekebalan tubuh manusia dari virus corona, situasi dunia bisa akan semakin represif. Vaksin covid-19 merupakan jawaban utama atas problem kapitalisme global, perusahaan penerbangan akan kembali beroperasi, bahkan dengan pelayanan yang lebih dari yang sebelumnya, perusahaan-perusahaan raksasa akan kembali beroperasi, eksploitasi tenaga kerja akan semakin menjadi-jadi paska pandemic, sebab modal butuh direcovery kembali.

Salah satu basis argumen yang menguatkan adalah disiapkannya UU Ciptaker (Omnibus Law) di tengah situasi jutaan rakyat sedang berjuang melawan pandemi civid-19, semuanya adalah prakondisi paska pandemi covid-19 ini menemukan anti bodinya, Kapitalisme butuh infrastruktur mempercepat akumulasinya setelah lebih dari setahun porak-poranda di buat oleh pandemi covid-19, krisis ini akan di bayar dengan masifnya eksploitasi bagi tenaga kerja dan semakin hilangnya kontrol negara atas kedaulatan dan kemandirian sebuah bangsa.

Di sinilah titik perbadaan penulis melihat kondisi dunia setelah pandmei covid-19 dari Martin dan Bill Gates.

*Penulis adalah Ketua Komite Pimpinan Kota Partai Rakyat Demokratik (KPK PRD) Kota Palu