Tujuh puluh tiga tahun sudah Indonesia merdeka. Seluruh pelosok nusantara merayakan hari yang sangat bersejarah tersebut, Jumat (17/08) hari ini.
Napak tilas perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan, merupakan sebuah motivasi dalam melanjutkan perjuangan mereka.
Oleh Wali Kota Palu, Hidayat, hal itu dimaknai dengan mendorong realisasi visi misinya, yakni Palu Kota Jasa, Berbudaya dan Beradat, Dilandasi Iman dan Taqwa.
Beberapa alasan sehingga arah kebijakan pembangunan dititikberatkan pada sektor jasa, terkhusus pariwisata.
Salah satunya, menurut Hidayat, karena Kota Palu tidak memiliki sumber daya alam yang bisa dikelola, seperti perkebunan, perikanan, dan peternakan.
Selain itu, kata dia, Kota Palu memilik empat potensi alam yang jarang dimiliki daerah lain, yakni sungai, teluk, gunung dan bukit. Olehnya melalui visi misi tersebut, dia akan melakukan explorasi dengan pembangunan infrastruktur di beberapa titik lokasi wisata, seperti di Bukit Salena yang dijadikan arena flyng fox terpanjang di Asia, down hill atau sepeda gunung, serta paralayang.
Kemudian di Dusun Uwentumbu dengan out bound-nya dan Hutan Kota Kaombona sebagai sarana olahraga dan pagelaran kesenian.
Di bagian utara Kota Palu, juga akan dikembangkan agro wisata dengan penanaman ratusan hektar tanaman hortikultura di tahun 2019 mendatang.
Beberapa program Pemkot lain yang menjadi bagian dari visi misi, juga telah berjalan, seperti pengobatan gratis di setiap Puskesmas, dimulai pukul 16.00 hingga 20.00 WITA.
Di sektor pendidikan, ada penambahan jam belajar bagi siswa SD, khususnya mata pelajaran agama, serta pemakaian atribut khas daerah masing-masing pelajar, seperti Siga, blankon dan lain sebagainya, melalui Program Palu Kana Mapande.
“Program itu dilanjutkan pula ke tingkat sekolah menengah pertama. Ada empat sekolah menengah pertama yang nantinya akan menampung lulusan terbaik sekolah dasar dari program tersebut. Ini untuk meningkatkan iman dan taqwa bagi generasi kita,” jelasnya kepada MAL, Kamis (16/08).
Berkaitan dengan memaknai kemerdekaan, mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sulteng itu menyikapinya dengan tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada penekanan tiga nilai, yakni toleransi, kekeluargaan dan gotong-royong.
Di era ini, kata Hidayat, tiga nilai tersebut mulai tergerus oleh perkembangan ilmu teknologi. Maka, guna mengaplikasikan tiga nilai itu, pihanya telah membentuk Satgas K5, memberdayakan lembaga adat dan libu ntodea.
“Ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menghargai kearifan local,” terangnya .
Hidayat menguraikan, Satgas K5 yang ada di setiap kelurahan, menjadi penggerak partisipasi warga dalam menjaga keamanan di wilayahnya masing-masing.
Selanjutnya lembaga adat (suro nuada) sendiri, merupakan perkumpulan tokoh masyarakat yang bertugas menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat, tanpa harus sampai ke pihak berwajib. Semuanya diselesaikan secara adat dan kekeluargaan.
Kemudian libu ntodea atau wadah berkumpulan masyarakat, merupakan tempat dalam memecahkan sebuah polemik tanpa harus melakukan aksi demonstrasi. Semuanya dipecahkan dalam forum tersebut, dengan mengundang semua pihak yang bertikai.
“Ini otomatis akan membangun sikap toleransi, gotong royong dan kekeluargaan di tengah masyarakat,” jelasnya.
Dalam visi misi yang diemban, Hidayat mengaku mendorong sejumlah kebijakan sebagai upaya menjaga nilai tersebut, melalui intervensi kebijakan yang menyasar peningkatan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Palu dengan melahirkan regulasi penguatan lembaga adat, termasuk kebijakan dalam pendekatan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. (HAMID)