Melawan Abuse of Power dalam Pengelolaan BLU Untad

oleh -
Jamaluddin A. Mariajang

OLEH: Jamaluddin Mariajang*.

Telah berjalan hampir satu tahun KPK Untad mengawal kasus penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan Dana BLU Untad.

Sangat disadari banyak tantangan yang dihadapi oleh siapapun yang mengungkap kejahatan yang merugikan masyarakat dan negara. Sebab, para pelaku kejahatan selalu berupaya merayu orang-orang supaya mereka dianggap tidak bersalah.

Mungkin dengan cara ini meraka mendapat dukungan.

KPK Untad mengalami berbagai tekanan oleh kelihaian mereka. Dicemooh, dibully, bahkan dari teman sendiri, pun diancam dibunuh. Melapor berkali kali ke penegak hukum, namun tak satupun ditindak.

Tetapi, KPK Untad tetap tegar, istiqamah. Dihadapkan pada pembuktian bahwa para terduga bersalah ternyata menghindar pengujian hukum atas tindakan mereka.

Mengapa demikian? karena pada umumnya masyarakat sudah tahu betapa besar kerugian negara yang diakibatkan penyalahgunaan wewenang tersebut (Abuse of Power). Sebaliknya, sikap diam yang diperlihatkan oleh pemimpin Untad, dianggap paling bertanggungjawab terhadap kasus ini.

Namun cahaya kebenaran tidak dapat ditutupi oleh tirai kebohongan, ashabiyah dan kemunafikan.

BACA JUGA :  Putusan Self-Executing MK dan Demokrasi Konstitusional

Temuan Dewan Pengawas Untad Juni 2021 nyata dan tegas membuktikan penyalahgunaan wewenang atas pembentukan lembaga lembaga yang bertentangan dengan aturan. Alokasi anggaran untuk membiayai lembaga lembaga tersebut telah dihentikan. Puluhan milyar dana BLU aman dari ancaman kejahatan jabatan di masa datang.

Akan tetapi, hukum harus tegak untuk menindak kesalahan siapapun dalam pelaksanaan suatu kewenangan. Kejahatan dalam jabatan yang telah terjadi harus dipertanggung jawabkan di hadapan hukum. Apalagi, lebih serius dari itu, pelanggaran hukum tersebut terjadi di perguruan tinggi.

Jangan sekali kali mencoreng kemuliaan pendidikan tinggi sebagai tempat bagi masyarakat menempa keluasan ilmu dan keteladanan/kesadaran hukum.

BACA JUGA :  Aspek Hukum, Polemik Larangan Kampanye atau Tindakan Pemerintah pada Norma Pasal 71 UU Nomor 10

Pengetahuan hukum tidak boleh dijadikan sarana justifikasi pelanggaran hukum. Ini perbuatan yang meruntuhkan sendiri wibawa pendidik, aib dan memalukan.

Sebagai insan akademik kita punya tanggungjawab moril untuk menegakan dan memelihara supremasi hukum kendatipun berhadapan dengan kekuasaan.

Fakta yang tak dapat ditolak bila dugaan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan di Untad dapat dianggap terkait dengan masa jabatan dua rektor; Basir Cyio dan Mahfudz.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2012 pasal 78 tentang akuntabilitas perguruan tinggi, junto pasal 29 ayat b PP no 4 tahun 2014, junto pasal 36 ayat 1 Permenristekdikti Nomor: 8 Tahun 2015, rektor sebagai pimpinan perguruan tinggi adalah pelaksana kegiatan akademik dan non akademik.

BACA JUGA :  Etika dan Perilaku Politik dalam Menghadapi Pilkada

Maka untuk merealisakan akuntabilitas perguruan tinggi sesuai ketentuan undang undang, rektor harus mempublikasikannya kepada masyarakat.

Rektor mau tidak mau harus menerima resiko hukum demi kewibawaan perguruan tinggi. Andai saja melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan, tetapi mengunci transparansi dan kejujuran.

Semua tindakan yang dianggap melindungi perbuatan ini dianggap turut serta bekerjasama dalam kejahatan jabatan.

Melawan tindakan kesewenangan dalam jabatan, justru pembelaan terhadap wibawa Untad sebagai lembaga kultural masyarakat.

Kebenaran, mutlak dibela sebagai keindahan akhlak untuk berjuang mengembalikan hak hak masyarakat. Kita tidak pernah mundur sama sekali dari gairah perlawanan ini, hingga kebenaran itu jualah yang menghakimi tindakan kita.

*Penulis adalah Wakil Ketua KPK Untad, Dosen Sosiologi FISIP Untad, Ketua PB Alkhairaat