PALU – Ratusan petani dari Kabupaten Sigi, seperti dari Desa Katu, Lawe, Pipikoro, Kulawi Utara, termasuk Dongi-Dongi, menggelar unjuk rasa di Gedung DPRD Sulteng, dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, Senin (25/09).
Salah satu poin penting yang disuarakan adalah terkait sepak terjang Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang sudah merampas tanah petani.
Mereka yang sudah hidup ratusan tahun di wilayah itu (sebelum ada taman nasional), harus merelakan tanah garapan yang sudah menghidupi, bahkan menyekolahkan mereka, kepada taman nasional.
Belakangan ini, sebagian lahan pertanian masyarakat dipatok sepihak oleh Balai Pengawasan Kawasan Hutan (BPKH) untuk masuk kawasan taman nasional.
Perwakilan dari Desa Katu, menyatakan, pemasangan tapal batas yang dilakukan BPKH adalah atas inisiatif mereka sendiri, tanpa ada sosialisasi kepada masyarakat asli desa yang telah bermukim turun temurun sejak tahun 1918 silam.
“Seharusnya beritahukan dulu dengan kami, karena kami yang tahu persis area tersebut. Tapi kami diperlakukan layaknya binatang. Tanpa ada surat ataupun lainnya, tiba-tiba BPKH datang langsung pasang tapal batas,” ungkapnya saat pertemuan bersama anggota DPRD dan perwakilan dari BTNLL di Ruang Baruga DPRD.
Sepanjang ini, tegas dia, pihaknya tidak pernah menganggap ada taman nasional di lingkungan mereka. Bahkan kata dia, taman nasional harus dibubarkan. Kapan saja, jika pemerintah masih bertindak sewenang-wenang, maka mereka bisa saja membubarkan taman nasional dengan cara mereka sendiri.
“Buat apa ada jika tidak bertanggung jawab atas kami. Omong kosong saja mengatakan bahwa mereka adalah perpanjangan tangan dari kementerian. Kami disana hidup dengan sengsara karena terus diisolasi, sementara kalian dapat gaji,” tegasnya.
Tuntutan yang hampir sama juga disampaikan pengunjukrasa lainnya, tak jauh-jauh, hanya berkisar tentang taman nasional.
Menanggapi itu, salah satu Kepala Bagian di BTNLL menyarankan massa aksi untuk menyampaikan protes tertulis kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui DPRD.
“Kami bukanlah pihak yang menetapkan, kami hanya pengelola dan mengeksekusi kebijakan atasan. Kalaupun TNLL dibubarkan kami tidak masalah asalkan itu keputusan dari kementerian,” katanya.
Menyikapi tuntutan tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulteng, Muhammad Masykur menyarankan kepada masyarakat untuk membentuk tim khusus penyelesaian masalah tersebut.
“Kita tidak mau lagi ada hal seperti ini di waktu-waktu mendatang. Kepada bapak dan ibu dari taman nasional, tolong disimak, mereka adalah rakyat Indonesia yang tidak pantas diperlakukan seperti binatang. Taman nasional harus menghentikan semua bentuk-bentuk perampasan hak-hak mereka,” tegas Masykur kepada perwakilan taman nasional.
Selain Masykur, para petani juga ditemui tiga anggota DPRD lainnya, yakni Iskandar Darise, Aminullah dan Ronal. (FALDI/RIFAY)