PALU – Pemerintah pusat maupun daerah diminta segera mengubah cara penanganan kepada warga yang menjadi korban bencana alam.

Permintaan tersebut disampaikan Ketua Fraksi NasDem DPRD Provinsi Sulteng, Muhammad Masykur, sebagai respon atas aksi Forum Warga Korban Likuifaksi  Balaroa dan Petobo, beberapa waktu lalu.

Menurut Masykur, apa yang disuarakan warga itu hendaknya dilihat dari perspektif yang lebih substantif sebagai koreksi atas model penanganan yang terjadi di lapangan.

“Bukan malah disikapi reaktif. Sebab hal tersebut tidak memberikan rasa bahagia bagi warga korban, termasuk rasa keadilan yang sejatinya diperuntukkan dan dipersembahkan negara kepada mereka yang sudah mengalami duka mendalam di shelter pengungsian,” kata Masykur.

Muh Masykur

Lebih lanjut Masykur mengatakan, yang mesti dilakukan saat ini adalah mendudukkan konteks penanganan pascabencana yang tidak dilakukan dalam ruang hampa, tanpa pelibatan warga.

“Saya kira apa yang terjadi saat ini merupakan akumulasi kekecewaan warga yang memang sesungguhnya tidak buta mengamati tindak tanduk dan hilir mudik para pihak yang keluar masuk lokasi pengungsian tanpa sedikitpun ada ruang dialog yang diperuntukkan kepada mereka,” ujarnya.

Sesuai prinsip Perda Nomor: 2 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah, kata dia, di antaranya tegas mengatur mengenai pemberdayaan, kemitraan,  transparansi dan akuntabilitas, berdaya guna dan berhasil guna.

“Amat lebih baik jika pemerintah membuka ruang dialog bersama warga korban bersama kelompok warga yang selama ini turut serta ambil peran selama bencana. Toh ketentuan undang-undang kita memang mensyaratkan seperti itu. Jadi bukan sesuatu yang tabu untuk dilakukan. Semangatnya adalah bersama warga, pemerintah kerjakan aksi pemulihan dan pembangunan kembali,” tutupnya.

Sebelumnya, Gubernur Sulteng, Longki Djanggola sempat angkat bicara menyikapi tuntutan warga Balaroa.

“Ya sudahlah tidak apa-apa kalau tidak mau (huntara), kami tidak akan uruskan kau huntara, tidak apa-apa. Tapi apakah kau bisa dapat ganti rugi dan sebagainya itu bukan urusanku, silahkan urus sendiri saja, tidak apa-apa. Saya tidak ada masalah, yang pasti bahwa sesuatu itu kan ada prosesnya, tidak segampang membalik telapak tangan,” tegasnya.

Longki mengatakan, seluruh hunian tetap (huntap) yang akan dibangun itu terlebih dahulu harus melalui survei dan penelitian bahwa tanah di lokasi itu memenuhi syarat untuk dijadikan huntap.

Pihak pemerintah katanya juga tidak akan mau memindahkan para pengungsi ke lokasi yang tidak aman.

“Kami tidak mau seperti itu. Jangan kami dipaksa-paksa. Bangun sendiri saja, jangan kami yang disuruh bangun,” katanya. (RIFAY)