PALU – Kehadiran Wakil Presiden (Wapres) HM Jusuf Kalla dalam rangka meninjau lokasi pengungsian, sekaligus memimpin rapat koordinasi penanganan dampak bencana alam di Kota Palu, dua hari lalu, dinilai tidak memberikan perubahan signifikan yang bisa dibanggakan bagi warga korban.
“Apalagi jika itu dikaitkan langsung dengan pemenuhan hak-hak terhadap korban sampai di penghujung masa perpanjangan transisi menuju pemulihan,” kata Anggota DPRD Sulteng, Muh. Masykur kepada MALOnline, Jumat (01/02).
Parahnya, kata dia, kerja penanganan korban bencana 28 September 2018 yang dilaksanakan, akuntabilitas perencanaannya juga ngawur, asal jadi dan mengabaikan aspek keadilan dan rasa nyaman warga korban.
Faktanya, kata dia, hingga saat ini huntara yang dibangun sekadar pendekatan proyek.
“Jika di kemudian hari huntara tersebut tidak layak huni atau tidak dihuni warga, maka pemerintah harus bertanggung jawab atas kondisi tersebut,” ujarnya.
Pasalnya, kata dia, tidak sedikit anggaran yang sudah digelontorkan, namun capaiannya pun nihil.
“Kita bersyukur karena beban tanggung jawab tersebut sebagian dihandle oleh relawan dan lembaga kemanusiaan,” katanya.
Sehingga, kata dia, jika ditelaah dinamika konteks kekinian, maka ada dua persepsi publik yang keliru, pertama huntara itu beda dengan huntap. Sebagian besar masyarakat menolak huntara, selain karena memang tidak layak, juga hanya buang-buang anggaran karena harusnya dana sebesar itu sebaiknya diserahkan ke masyarakat, terutama warga kota.
“Kedua, kondisi kebutuhan huntap dan huntara tidak dilakukan sensus di awal, hanya berdasarkan perkiraan asumsi kilat, sehingga tidak ada klasifikasi kebutuhan huntap dan huntara yang jelas,” bebernya.
Ketiga, lanjut dia, saat ini tengah dihadapkan pada masalah nasib pengungsi, pasca dicabutnya masa transisi tanggal 26 Februari.
“Bagaimana rencana pemerintah daerah dan pusat mengisi program kebutuhan hidup warga dalam fase itu, sementara kepastian rehab rekon juga tidak jelas tahapannya,” ungkapnya.
Saat, kondisinya, semua omongan pemerintah hanya selesai di atas kertas rencana, belum ada tindakan kongkret di lapangan.
“Semua kebutuhan lapangan itu ditangani oleh NGO internasional dan lokal, tanpa skema yang jelas,” imbuhnya.
Kehadiran Wapres disertai dengan pernyataan yang dinilai kontraversi, juga sempat ditanggapi beragam oleh sejumlah pihak. Wapres, di antaranya menyatakan bahwa tidak adanya pemutihan bagi debitur. Selain itu, Wapres juga menegaskan tidak bolehnya huntara dikonpensasikan menjadi uang kepada warga. (RIFAY)