PALU- Masyarakat Desa Siumbatu di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, kini tengah menghadapi proses hukum,mereka didampingi oleh tim hukum dari Lembaga Bantuan Hukum ( LBH) Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam upaya membela hak-hak mereka yang dianggap terancam oleh aktivitas pertambangan dari PT Cahaya Ginda Ganda (CGG).
Kasus tersebut menyeret tiga orang tersangka, yaitu Irman, Irfan, dan Sidik Muharam. Ketiganya di sangkakan melanggar Pasal 162 juncto 137 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Mereka dituduh menghalangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dilakukan oleh PT CGG. Tuduhan lain dikenakan adalah pelanggaran Pasal 335 Ayat 1 dan Pasal 170 Ayat 1 KUHP.
Direktur LBH Sulteng Julianer menuturkan, proses penyidikan telah selesai dan kasus tersebut sudah memasuki tahap dua di Kejaksaan Morowali pada pekan lalu, Selasa. Para tersangka kini ditahan di Rutan.
Aksi demonstrasi dilakukan oleh masyarakat Siumbatu kata dia, bertujuan untuk memperjuangkan hak atas tanah mereka diduga telah diserobot dan dirusak oleh PT CGG. Selain itu, mereka juga menuntut hak atas lingkungan mereka telah rusak akibat aktivitas pertambangan perusahaan tersebut.
“Masyarakat menuduh PT CGG tidak memiliki izin sah untuk melakukan aktivitas pertambangan, termasuk izin melintas dan izin terkait jeti digunakan,” kata Julianer Cs selaku koordinator tim hukum turut didampingi rekannya diantaranya Rusman, Mey Prawesty saat memberikan keterangan di Kantor LBH Sulteng, Jalan Yojokodi, Kota Palu, Senin (5/8).
Dia mengatakan, sebelum melakukan demonstrasi, masyarakat Siumbatu telah mengajukan laporan kepada Polres Morowali terkait kerusakan lingkungan diakibatkan oleh aktivitas pertambangan PT CGG. Namun, laporan tersebut belum mendapatkan tindak lanjut dari kepolisian. Akibatnya, masyarakat merasa dipaksa untuk turun ke jalan dan melakukan aksi protes.
Tim hukum masyarakat Siumbatu menyatakan bahwa tindakan demonstrasi dilakukan adalah upaya terakhir setelah tidak ada respon terhadap laporan mereka. Mereka juga menekankan bahwa tidak ada niat dari masyarakat untuk merusak fasilitas perusahaan, dan kerusakan yang terjadi hanyalah kursi kayu yang dilempar oleh pihak perusahaan sendiri.
Dalam upaya hukum selanjutnya, tim hukum masyarakat Siumbatu mengajukan permohonan pra-peradilan untuk mempersoalkan surat perintah penyidikan tidak pernah diterima oleh para tersangka, serta mempertanyakan dua alat bukti permulaan digunakan untuk menetapkan tersangka.
“Sidang praperadilannya tadi, tapi di tunda sebab pihak kepolisan selaku termohon belum bisa hadir,” katanya.
Mereka juga merencanakan gugatan perdata terkait hak atas tanah masyarakat setempat dan class action terkait kerusakan lingkungan diduga dilakukan oleh PT CGG.
Kasus tersebut menjadi sorotan karena melibatkan hak-hak dasar masyarakat dilindungi oleh undang-undang, serta menimbulkan pertanyaan tentang legalitas aktivitas pertambangan PT CGG di wilayah tersebut. Masyarakat Siumbatu berharap ada keadilan dan penanganan adil dari pihak berwenang terhadap laporan dan tuntutan mereka.
Di konfirmasi terpisah melalui nomor kontaknya 0811-2891 XXX kuasa hukum PT CGG Abdul Malik baik melalui SMS ,WhatsApp dan telpon belum merespon hingga berita tayang.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG