PALU – Pengawasan partisipatif merupakan bagian dari manifestasi kedaulatan rakyat demi menjaga kualitas demokrasi.
Kualitas demokrasi, dalam hal ini Pemilu yang berlangsung secara jujur dan adil (jurdil), akan melahirkan pemimpin yang benar-benar dipilih berdasarkan kehendak bebas dari rakyat tanpa intervensi, pengaruh materi, iming-iming, ataupun intimidasi.
Hal ini dikatakan Rasyidi Bakry, Kordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi tengah (Sulteng) saat menjadi narasumber Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif yang dilaksanakan Bawaslu Kota Palu, di Palu, baru-baru ini.
“Dengan demikian, mereka yang terpilih diharapkan benar-benar menggunakan jabatan yang diemban untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” katanya.
Rasyidi menambahkan, peran Bawaslu dalam melakukan pengawasan adalah demi menjaga kualitas demokrasi, sehingga yang terjadi bukan demokrasi prosedural belaka tapi terwujudnya demokrasi substantif.
“Disinilah peran Bawaslu sebagai pengawal demokrasi. Karena sejatinya, proses demokrasi substantif juga akan berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat,” jelasnya.
Sebab, kata dia, mereka yang dipilih melalui proses Pemilu jurdil tentunya orang-orang yang siap mengabdikan dirinya untuk rakyat.
“Bukan mereka yang sekadar berburu jabatan dan mereduksi proses Pemilu menjadi hanya sebatas urusan transaksional belaka,” katanya.
Ia juga menjelaskan secara kongkret beberapa program Bawaslu dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan.
Beberapa program yang dimaksud adalah Gerakan Saka Adhyasta Pengawas Pemilu. Program ini melibatkan Pramuka yang merupakan wadah kegiatan keadhyastaan (pengawalan) Pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan praktis dalam bidang pencegahan dan pengawasan pemilu.
“Selain itu juga ada Gerakan Perempuan Mengawasi Pemilu, Sekolah Kader Pengawasan, Patroli Pengawasan, Deklarasi Desa Antipolitik Uang dan sebagainya,” tuturnya.
Di akhir kegiatan, kurang lebih 35 peserta yang hadir dalam sosialisasi, seperti tokoh masyarakat dari beberapa kecamatan, menyatakan setuju untuk terlibat aktif dalam melakukan pengawasan di wilayah masing-masing.
Bahkan salah seorang tokoh adat menyampaikan usulan agar para pelaku politik uang, selain diberikan sanksi berdasarkan hukum negara, juga digivu atau diberikan sanksi adat. Karena menurutnya, politik uang inilah yang pada akhirnya merusak kualitas demokrasi. */RIFAY