PALU – Penelitian yang dilakukan mahasiswa Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu menemukan banyaknya masjid di Kota Palu yang menyimpang dari arah kiblat.
Lima mahasiswa Unisa Palu yang tergabung dalam Tim Kiblat Klinik Hisab Rukyat, menemukan fakta bahwa 70 persen masjid yang berdiri di Kota Palu, salah arah kiblat.
Masjid-masjid ini, antara lain berada di lingkungan instansi pemerintahan, seperti Masjid Almujahidin di halaman Kantor Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Kantor Wali Kota Palu, dan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng.
“Di Masjid Kantor Gubernur, kami menemukan penyimpangan 11 derajat dari kiblat. Masjid Kantor Wali Kota Palu penyimpangannya lebih besar lagi, 18 derajat dari kiblat. Sedangkan Masjid Kejaksaan Tinggi, penyimpangan hanya 4 derajat,” ungkap Ketua Tim Peneliti, Taufik Musa, di Palu, Rabu (23/07).
Kata dia, penyimpangan arah kiblat tersebut, baik yang tidak sampai mengarah ke Ka’bah, atau bahkan melebihi dari arah yang sebenarnya. Rata-rata hanya berpatokan ke arah barat.
“Padahal arat barat itu banyak. Jadi yang tepat itu harusnya minus barat-barat Laut,” ungkap Taufik.
Taufik mengatakan, arah kiblat yang tepat untuk Kota Palu adalah 68 derajat dari utara ke barat, dan 21 derajat dari barat ke utara. Untuk keseluruhan dari utara, timur, selatan, ke barat sampai kiblat, yaitu 291 derajat.
Selain masjid, tim ini juga meneliti arah kiblat di tempat pemakaman umum (TPU) dan rumah potong hewan (RPH) Tatanga.
Untuk posisi makam, penelitian dilakukan di semua TPU, seperti Pogego Palu Barat, Kelurahan Talise, Birobuli Utara, dan Tavanjuka.
Para peneliti menemukan fakta adanya penyimpangan arah kiblat di Makam Pue Njidi sebesar 32 derajat, kemudian di TPU Talise, menyimpang 27 derajat. Bahkan di TPU Pogego Palu Barat, penyimpangannya mencapai 68 derajat.
“99 persen makam di Palu menyimpang dari kiblat. Sementara untuk satu-satunya RPH di Kota Palu, terjadi penyimpangan 30 derajat dari kiblat,” ungkapnya.
Kemungkinan, kata dia, untuk TPU Pogego hanya berpatokan pada jalan. Padahal jika berpatokan pada jalan, maka arah kiblat justru sangat jauh.
“Kami melakukan pengukuran secara khusus di makam Guru Tua dan ternyata posisinya sangat tepat mengarah ke kiblat,” ujarnya.
Ke depan, kata dia, ia bersama rekan-rekannya juga ingin mengukur arah kiblat di Masjid Baitul Khairaat (dulu Masjid Agung Darussalam).
“Kami belum meneliti, karena belum diperbolehkan masuk, lagi proses pembangunan,” katanya.
Taufik pun menyampaikan metode yang digunakan dalam menentukan posisi bangunan sesuai arah kiblat. Pengukurannya dilakukan menggunakan ilmu falaq dengan metode hisab.
“Ada mata kuliahnya khusus di Unisa,” katanya.
Pertama, kata dia, yang jadi patokan adalah matahari. Mereka menghitung rumus tinggi matahari, lalu dicari berapa sudut waktu matahari, sebelum akhirnya didapat azimut matahari.
Azimut matahari itulah yang sudah menjadi patokan antara utara dan selatan.
“Lalu kita siku antara timur dan barat. Sehingga didapatlah ukuran arah kiblat itu. Jadi arah kiblat bangunan masjid, kuburan, atau rumah potong hewan itu harus menggunakan ilmu falak,” ujarnya.
Ia berharap, hasil penelitian ini bisa menjadi rujukan masyarakat, termasuk instansi pemerintah dan dunia usaha, seperti perhotelan, sebelum membangun tempat ibadah, baik masjid maupun mushala.
Selain Taufik Musa, ada empat mahasiswa Unisa lainnya yang tergabung dalam tim. Mereka adalah Fikri, Ambo Agus, Wafiq Azizah, dan Jesnita Dwi Hildasari.
Kelimanya menimba ilmu di Program Studi (Prodi) Hukum Keluarga (Ahwalus Syakhsiyah), Fakultas Agama Islam, Unisa.