PALU- Sulawesi Tengah, dikenal dengan sebutan “Negeri Seribu Megalit”, kini tengah menghadapi kerusakan lingkungan cukup serius. Aktivitas penambangan galian C, penambangan tanpa izin (PETI), serta dugaan perambahan hutan tanpa izin (PHTI), terus meningkat dan berdampak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat, khususnya petani dan pembudidaya ikan air tawar.

Aktivitas ekonomi mereka sehari-hari terganggu bahkan terancam gulung tikar akibat kerusakan ekosistem kian parah.

Melihat kondisi tersebut, Dewan Pertimbangan Pimpinan Daerah Perhimpunan Pergerakan Indonesia (Pimda PPI) Sulawesi Tengah, Azwar Anas menyatakan keprihatinannya. Azwar berharap kepala daerah terpilih serta seluruh pemangku kepentingan, termasuk aparat penegak hukum (APH), tidak menutup mata terhadap segala bentuk aktivitas ilegal, terutama  menyangkut kerusakan lingkungan dan potensi bencana alam dapat mengancam pemukiman warga.

“Penggunaan bahan berbahaya seperti sianida, air raksa (merkuri), maupun karbon dalam proses pengolahan emas sangat berpotensi mencemari air. Padahal air adalah kebutuhan pokok masyarakat. Ini harus menjadi perhatian serius,” ujar Azwar Anas, di Palu, Ahad (22/6).

Lebih lanjut, Anas mengatakan bahwa tim informan lapangan dari PPI Sulteng terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas PETI dan PHTI.

“Kami memiliki jaringan informasi di lapangan. Coba periksa izin pengolahan kayu di Kabupaten Tojo Una-Una, apakah aktivitas mereka sesuai izin? Atau malah mereka justru merambah hutan di lokasi  tidak sesuai, termasuk soal ukuran dan jenis kayu ditebang? Dinas Kehutanan seperti diam saja, dan APH terkesan menutup mata. Wajar jika muncul dugaan keterlibatan oknum tertentu,” tambahnya.

Azwar juga menyinggung dugaan keterlibatan salah satu anggota DPR RI dari Dapil Sulawesi Tengah dalam aktivitas PETI sempat diberitakan beberapa waktu lalu. “Saya yakin informasi itu tentu dibarengi data valid, mengingat beliau pernah menjabat sebagai bupati dua periode dan gubernur dua periode,” tegasnya.

Azwar juga menyoroti sikap Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di bawah kepemimpinan Gubernur Anwar Hafid dan Wakil Gubernur dr. Reny A. Lamajido. Ia menilai belum ada tindakan nyata yang tegas dalam menertibkan aktivitas PETI dan PHTI.

“Namun, langkah awal sudah terlihat, misalnya melalui surat Gubernur Sulawesi Tengah Nomor: 500/10.2.3/299/Ro.Hukum tertanggal 18 Juni 2025  ditujukan kepada Kepala Dinas PMPTSP dan Kepala Dinas ESDM Sulteng. Surat itu merekomendasikan pencabutan IUP Operasional Produksi PT. Bumi Alpha Mandiri dan IUP Eksplorasi PT. Tambang Watu Kalora,” paparnya.

Meski begitu, Anas menegaskan bahwa ketegasan pemerintah tidak boleh tebang pilih. “Jika niatnya benar-benar ingin membangun daerah ini ke arah  lebih baik dan maju, maka semua pihak melanggar harus ditindak tanpa pandang bulu. Jangan lagi memperkaya cukong yang merampas emas dan mineral secara ilegal dan merusak lingkungan. Rakyatlah yang selalu menjadi korban ketika bencana datang, apalagi di tengah kondisi efisiensi anggaran,” pungkasnya.

REPORTER :**/IKRAM