Mantan Waket DPRD Parimo Dituntut 5 Tahun Penjara

oleh -
Mantan Wakil Ketua DPRD Parimo, Sugeng Salilama (Ketua Koperasi LEPP- M3 Tasi Buke Katuvu), dituntut pidana 5 tahun penjara. Dia menjalani sidang, Kamis (20/05). (FOTO: MAL/IKRAM)

PALU- Mantan Wakil Ketua DPRD Parimo, Sugeng Salilama (Ketua Koperasi LEPP- M3 Tasi Buke Katuvu), dituntut pidana 5 tahun penjara. Selain pidana penjara membayar denda Rp200 juta Subsider 3 Bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp1.788.000.000, subsider 3 bulan penjara.

Martoha T Tahir (Bendahara) dituntut 4 tahun dan 6 bulan penjara, membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Dan masing-masing membayar uang pengganti Rp 1,7 Miliar Subsider 3 bulan penjara.

Hamka Lagala (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan) dituntut 5 tahun penjara, membayar denda Rp200 juta, subsider 3 bulan kurungan.

Ketiganya merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) kepada Koperasi Tasi Buke Katuvu, Desa Petapa, Kecamatan Parigi Tengah, Kabupaten Parigi Mautong, 2012-2017 merugikan Negara Rp2,1 miliar.

“Menyatakan terdakwa terbukti bersalah sabagaimana diancam pidana dakwaan primer pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang  tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” tuntut JPU Andi Ichzanul dalam masing-masing berkas terpisah pada sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Marliyus, Bonifasius N Ariwibowo dan Darmansyah sebagai hakim anggota sidang di Pengadilan Negeri PHI/Tipikor/Palu, Kamis (20/5).

BACA JUGA :  Jaring Aspirasi di Tondo, Warga Minta H. Nanang Perjuangkan Lahan HGB LPN untuk Masyarakat

Hal memberatkan, kata Andi, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Usai pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU), ketua Majelis hakim Marliyus memberikan waktu Kamis (3/6) dua pekan depan mengajukan pembelaan.

Sesuai dakwaan JPU, hal itu bermula ketika, diangkatnya Sugeng Salilama sebagai Ketua Koperasi Lembaga ekonomi pengembangan pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP- M3)  Tasi Buke Katuvu dan Martoha T Tahir selaku Bendahara 2012 padahal mereka bukan anggota atau pengurus koperasi.

Hamka Lagala lalu menyerahkan Barang Milik Daerah (BMD) berupa dua unit kapal perikanan, yaknu kapal Inka Mina dan Kapal Arung Samudera, pengelolaannya kepada koperasi Tasi Buke, serta pabrik es Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Petapa dan alat-alat perbengkelan, sebelumnya semua dikelola Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).

Padahal, Koperasi Tasi Buke belum memperoleh status badan hukum, sehingga tidak layak mengelola aset pemerintah serta tidak layak menerima bantuan dari pemerintah.

Status badan hukum LEPP- M3 Tasi Buke Katuvu diperoleh Februari 2013 setelah diperolehnya BMD.

BACA JUGA :  Empat Paslon Bupati dan Wakil Bupati Sigi Sampaikan Ide, Gagasan, dan Mimpi Mereka Malam Ini

Dari seluruh BMD diserahkan pengelolanya kepada koperasi Tasi Buke, hanya pabrik es PPI dan peralatan perbengkelan diatur khusus hak dan kewajibannya.

Selanjutnya, Hamka Lagala dengan sengaja tidak pernah menetapkan petugas khusus dari DKP untuk melakukan pengawasan dan pembinaan atas pengelolaan pabrik es PPI dan peralatan perbengkelan.

Sehingga, koperasi tidak memenuhi kewajibannya berupa laporan hasil pendapatannya dan melakukan penyetoran, sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada bendahara DKP.

Penyetoran hanya dilakukan kepada Martoha T. Tahir, selaku bendahara koperasi, totalnya Rp 90 juta. Jumlah tersebut, jauh lebih kecil dibandingkan hasil pembukuan selama lima tahun pengelolaannya 60 bulan/Rp5 juta, yang harusnya Rp300 juta. Maka terdapat kekurangan penyetoran Rp 210 juta.

Selama menguasai Kapal Inka Mina dan Kapal Arung Samudera, terdakwa Sugeng Salilama dan Martoha T. Tahir hanya sekali membuat dan mengesahkan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) 2013, selebihnya tidak pernah.

Koperasi Tasi Buke Katuvu tidak mampu mempertanggungjawabkan pengelolaan aset menjadi kewenangannya. Yaitu pengelolaan pabrik es PPI Petapa yang macet total dengan tunggakan listrik senilai Rp76,7 juta, sejak Februari 2017 sampai sekarang.

BACA JUGA :  Kanwil Sulteng Bahas Kebijakan ITAS Tenaga Asing

Kemudian tidak mampu mempertanggungjawabkan, beroperasinya dua kapal penangkap ikan sejak 2016 (rusak). Saat pemeriksaan fisik, aset perlengkapan keduanya tidak ditemukan, ditaksir senilai Rp750,2 juta.

Mereka juga tidak membuat laporan produksi pengelolaan es PPI dan kapal selama beroperasi. Kemudian, tidak ada setoran PAD sejak Oktober 2015 sampai Maret 2019. Di mana totalnya Rp210 juta. Walaupun sesuai pembukuan terakhir Juni 2017, akan tetapi justru penyetoran terakhir September 2015, Rp10 juta.

Terkait tidak adanya setoran Rp 210 juta, Sugeng Salilama menindaklanjuti dengan menyerahkan jaminan sertifikat tanahnya, dua kali penyetoran ke rekening kas daerah. Penyetoran itu Juli 2019 senilai Rp15 juta, Maret 2020 Rp45 juta, totalnya Rp60 juta.

Sehingga sisa tunggakan sampai saat ini belum dipenuhi, Rp150 juta. Akibat perbuatan ketiga terdakwa, Negara mengalami kerugian Rp 2,1 miliar.

Reporter: IKRAM/Editor: NANANG