Cerita mengenai Putri Boneaka yang tiba di Banggai, itu senada dengan penjelasan dari LMABB. Hanya saja terdapat perbedaan jumlah burung Maleo. Sapitu menyebutkan ada lima pasang burung Maleo yang dibawa serta.
Sapitu tidak menyebutkan nama Putri Boneaka itu, katanya pamali, tidak boleh sembarangan disebutkan. Tetapi jika melihat narasi dari LMABB, Putri Saleh dan Putri Boneaka adalah orang yang sama.
Di hari yang sama saya mendatangi Ahmad Abujadjim, versinya sedikit berbeda. Ia menuturkan bahwa burung itu memang milik Putri Boneaka yang dihadiahkan Adi Cokro, bapaknya. Bapaknya ini dari Jawa dan membawakan langsung oleh-oleh burung untuk mainan Putri Boneaka.
“Kalau ada versi lain, saya belum pernah dengar. Tapi saya punya papa itu turun temurun cerita begitu,” katanya.
“Jadi, dia (Adi Cokro) bawa itu burung sampai di Banggai. Dia suruh cari dia punya tempat bertelur, tidak ada yang bisa. Karena itu burung kalau dia bertelur, dia punya pasir kurang lebih 60 – 70 cm, kita punya pasir di sini paling sekian (memberi batas pada ruas tangan yang membatasi tangan dan siku), jadi tidak bisa!” lanjut Ahmad.
Karenanya dicarilah daratan di Tano Babasal (tanah besar)—sekarang Babasal dikenal dengan singkatan Banggai Balantak Saluan. Dicarilah di Balantak, Pangkalasiang (Balantak Utara) tapi tidak ada dan didapatlah di Bakiriang. Maka saudara Batui dipanggil, disuruh pelihara burung itu, karena makanannya hanya kemiri dan buah kenari.