Ketika Abu Kasim memohon petunjuk kepada ayahnya di Jawa, Adi Soko menitipkan adik Abu Kasim, Putri Saleh, untuk dibawa serta bersama sepasang burung maleo tersebut ke Banggai Di Banggai pun, burung itu tidak dapat bertelur dan berkembang biak. Maka Abu Kasim membawa burung Maleo kepada keluarganya di Batui dengan pesan sebuah kalimat yang selalu terun temurun tetap terjaga pada masyarakat adat baik Batui mapun Banggai.

“Kutitipkan burung Maleo ini kepada keluarga di Batui untuk dipelihara, dan apabila bertelur nanti, telur pertamanya dikirimkan kepada keluargaku di Banggai.”

Rombongan tiba di halaman Keraton Banggai (Foto: Iker)

Belum lama ini Lembaga literasi di Luwuk-Banggai, Babasal Mombasa, melalui Festival Sastra Banggai merilis buku antologi yang ditulis oleh peserta Akademi Sastra Banggai (ASB) yang memuat beberapa tulisan. Ada satu esai yang bercerita tentang burung Maleo yang ditulis oleh Pipo Nur A. La Hamente. Dalam tulisan itu, terdapat cerita yang sama dengan narasi dari  LMABB. Perbedaannya adalah Abu kasim tidak membawa serta Putri Saleh, hanya sepasang Maleo tersebut untuk selanjutnya dibawa ke Batui, setelah memastikan Maulana Prince mandapar menjadi raja Banggai melalui pelantikan.

Saya mencoba untuk mendapatkan keterangan yang pasti. Pada 9 Desember, hari Jum’at, saya mendatangi Sapitu, pakanggi keramat Boneaka, di kediamannya. Kepada saya Sapitu menekankan burung itu milik Putri Boneaka yang merupakan anak kesayangan Adi Soko. Adi Soko kembali ke Jawa tidak membawa anaknya, tetapi menurutnya, yang dibawa Adi Soko adalah istrinya, sehingga Putri Boneaka ini lahir di Jawa.