Oleh: Moh. Ahlis Djirimu*
Program Rp100,- miliar per kabupaten/kota merupakan program unggulan Pemerintah Provinsi Sulteng Tahun 2021-2024 yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulteng Tahun 2021-2026. Ide ini merupakan gagasan murni Gubernur Rusdy Mastura yang dapat diterapkan dalam koridor regulasi perencanaan, implementasi dan pengendalian dan evaluasi.
Pada sisi regulasi perencanaan, gagasan tersebut tidak dapat serta tertuang secara implisit di dalam RPJMD berupa nomenklatur “Program Rp100,- miliar per kabupaten/kota” karena Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 menggariskan bahwa RPJMD menjadi guidelines bagi dokumen turunannya seperti Rencana Strategi (Renstra), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana Kerja (Renja) Tahunan. Di dalam RPJMD wujud Program Rp100,- per kabupaten/kota tertuang di dalam Bab VII meliputi 214 program yang terbagi dalam berbagai program di dalam Sembilan misi. Dalam Misi 1 dan Misi 8 terkait urusan Pendidikan dan kesehatan mencakup masing-masing 24 program. Misi 2 terkait reformasi birokrasi dan supremasi hukum dan HAM mencakup 28 program. Misi 3 meliputi 75 program yang fokus pengentasan kemiskinan dengan target angka kemiskinan 7,90 persen pada 2026. Misi 4 terkait pembangunan infastruktur mencakup 30 program. Misi 5 terkait usaha pemerataan pembangunan dan usaha mempersempit kesenjangan pembangunan meliputi 11 program. Misi 6 terkait harmoni manusia dan alam sebagai implementasi semangat konservasi mencakup 18 program dengan arah green PDRB, green insurance, pooling fund bencana, green budget, ecological fiscal transfer atau Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), green kredit usaha daerah (Green KURDA), PROKLIM, ekowisata, dan lain-lain. Misi 7 fokus pada kerjasama antar daerah baik bilateral maupun multilateral dengan semangat kolaborasi di wilayah perbatasan mencakup 3 program, serta Misi 9 terkait pemekaran daerah otonom mencakup 3 program.
Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Tehnis Pengelolaan Keuangan Daerah yang menjadi acuan dalam penyusunan dokumen perencanaan termasuk menjadi payung hukum Program Rp100,- miliar per kabupaten/kota mencabut sepuluh regulasi terkait Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD meliputi Permendagri Nomor 99 Tahun 2019, Permendagri Nomor 13 Tahun 2018, Permendagri 123 Tahun 2018, Permendagri 14 Tahun 2016, Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, Permendagri 21 Tahun 2011, Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, Permendagri 13 Tahun 2006 serta Permendagri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya.
Adanya regulasi ini membuat perangkat daerah terutama bappeda seharusnya menjadi lembaga pemikir menjelaskan secara detail menggunakan media flow chart sehingga kabupaten dan kota tidak akan bertanya-tanya terkait program ini. Jika bappeda mampu membaca dokumen RPJMD dan oknum Tenaga Ahli dapat mendengar penjelasan makna program Rp100,- miliar per kabupaten/kota, maka mereka sepatutnya dapat memberikan penjelasan pada daerah. Kondisi yang terjadi adalah, Gubernur disuguhi informasi asimetris yang menjelaskan bahwa program ini tidak dijabarkan dalam dokumen RPJMD. Informasi asimetris ini menutupi kebodohan yang tidak dapat membaca dan memahami makna RPJMD karena tidak terlibat langsung dalam penyusunan RPJMD. Ajakan untuk terlibat dalam penyusunan draft hanya dipenuhi oleh beberapa gelintir orang saja. Bappeda hanya bertugas mempresentasikan dokumen yang sudah siap saji. Jika pun terlibat, hanya sampai pada penyusunan isu strategis spasial per kabupaten/kota yang ironisnya, isu strategis pasial tersebut sebulan yang lalu diinventarisir lagi oleh bappeda Provinsi Sulteng dengan cara memobilisasi dalam sebuah acara orchestra perencanaan pembangunan daerah. Padahal isu strategis spasial 13 kabupaten/kota tersebut, masih tersimpan rapi di Bappeda dan telah ada dalam lembar kerja Rancangan Teknokratis RPJMD Sulteng Tahun 2021-2026.
Dalam simulasi Program Rp100,- miliar per kabupaten/kota yang fokus pada pengentasan kemiskinan, berbagai seri Diskusi Kelompok Terpumpun pada 2021 yang melibatkan 22 perangkat daerah yang akan menjalankan secara kolaboratif menjadi aksi Bersama spasial. Anggaran total mencapai Rp417,03,- miliar meliputi anggaran dalam bentuk program bagi Pokok Pikiran anggota DPRD sebesar Rp247,68,- miliar, Program Reguler Rp115,68,- miliar, hasil safari dan kunjungan lapangan kepala daerah sebesar Rp32,08,- miliar, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp20,08,- miliar, alokasi lainnya.
Simulasi ini tertuang dalam Rencana Kerja Penanggulangan Kemiskinan (RPKD) Provinsi Sulteng Tahun 2021-2026 yang penyusunannya didampingi langsung oleh Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan Nasional (TNP2K) karena Sulteng dan Sumatra Selatan menjadi pilot project daerah yang angka kemiskinannya berada pada peringkat Sembilan dan sepuluh. Selain itu, dokumen RPKD ini dapat direplikasi oleh daerah lain karena sangat lengkap baik lokus maupun fokus spasialnya. Sayang, implementasi di Tahun 2022 saja sudah terjadi inkonsistensi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Nasional karena ketidakpahaman pada paradigma Uang Mengikuti Program, Program Mengikuti Hasil. Ketidakpahaman yang hanya berujung mentalitas proyek ketimbang menumbuhkan mentalitas melayani. Akibatnya, Program Rp100,- miliar hanya dipahami sebagai ajang membagi-bagi duit, yang justru implementasinya dalam bentuk program yang dapat melidungi agen pembangunan dari kekeliruan tafsiran hukum pembangunan daerah.
—
*Associate Professor FEB-Untad