Mahasiswa Untad Menggugat, Ketika Alumni Dibenturkan dengan Dosen

oleh -
Pejabat Humas Untad, Taqyudin Bakri (kanan) didampingi Moh. Alfit memberikan keterangan pers di gedung auditorium Untad, Senin (18/9) (FOTO : MAL/YAMIN)

PALU – Pihak Universitas Tadulako (Untad) mengaku tidak gentar menghadapi gugatan yang dilayangkan mahasiswanya terkait pengembalian Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Penggugat tersebut merupakan mahasiswa Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Imu Politik (FISIP), Muhammad Fakhrur Razy. Tak hanya rektor, dia juga menggugat Dekan FISIP, Kepala BAAKP Untad, Komisi Disiplin Untad, KCP Bank BNI dan Menristek Dikti.

Pihak Untad melalui Pejabat Humas, Taqyudin Bakri dan Moh. Alfit, Senin (18/09) menyatakan, pihaknya akan mempersiapkan tim kuasa hukum untuk menghadapi gugatan itu.

“Kan itu gugatan perdata, jadi Insya Allah ada tim yang akan menghadapinya. Kami sudah tahu tim pengacara penggugat, mereka adalah alumni-alumni Untad dan yang mereka hadapi adalah dosen-dosen mereka,” tambahnya.

Meski demikian, Taqyudin belum mau membeberkan siapa saja yang masuk dalam tim pengacara Untad. Dia malah mengimbau Muhammad Fakhrur Razy untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara baik-baik.

“Kalau saudara Fakhrur masih menganggap bahwa di Untad itu masih ada orang tuanya, saya pikir masih ada jalan lain. Tapi kalau dia masih ingin teruskan ke jalur hukum, ya kami Bismillah saja. Tidak apa-apa, sama-sama kita jalani prosesnya,” katanya.

Taqyudin menjelaskan awal mula masalah itu, yakni bermula dari pungutan tes kesahatan mahasiswa baru angkatan 2017. Terkait tes kesehatan itu, kata dia, sebelumnya sudah dijelaskan Rektor bahwa tidak melanggar aturan karena Untad termasuk institusi berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Selain itu, tes kesehatan memang merupakan salah satu prosedur kelengkapan berkas dari pendaftaran. Hal itu juga dikuatkan dengan apa yang disampaikan oleh Staf Ahli Kemenristekdikti Bidang Akademik, Prof. Paulina Pannen.

“Ini sama saja seperti tes CPNS, kalau tidak ada berkas, maka otomatis tidak bisa meskipun seperti mereka bilang (penggugat) itu hanya tes buta warna dan itu penting apalagi kalau yang memilih Saintek karena bagaimana mereka melakukan penelitian kalau tidak bisa membedakan warna. Begitu juga tes kesehatan untuk Soshum yang melakukan tes jasmani. Itu penting karena dengan tes itu dapat diketahui mereka ini mengidap penyakit apa bukan untuk mendiskriminasi tapi kalau Ormik PKKMB itu panitia bisa menempatkan mereka di tempat khusus,” jelasnya.

Terkait itu, Rektor Untad, Muhammad Basir melalui dinding akun Facebook-nya mengaku secara pribadi dan kelembagaan mengapresiasi hal tersebut. Kata dia, semua itu harus dihormati karena langkah Fachrul Razi telah menjadikan gugatan itu sebagai langkah terbaik.

“Terima kasih kepada adinda saya yang telah menjadi Penasihat Hukum yang saya yakin adinda saya itu juga lulusan Fakultas Hukum Universitas Tadulako sehingga wajar jika merasa terpanggil dalam memberikan pendampingan kepada adik-adiknya terutama Nanda Fachrul Razy,” tulis Rektor.

Di penghujung, Rektor mengatakan bahwa semua biaya yang timbul selama pengurusan dokumen di saat masih berstatus Calon Mahasiswa sama sekali tidak ada kaitannya dengan UKT. Termasuk biaya foto copy dan pengurusan Surat Keterangan Sehat di sejumlah Fasilitas Layanan Kesehatan (RS, Puskesma, dan Dokter Praktek).

“Namun demikian, jika atas gugatan Perdata Nanda Fachrul Razi ke PN Palu, lalu Bapak Menristek Dikti Mencopot saya dari Tugas Tambahan sebagai Rektor, saya tidak akan bersedih, apalagi mau menuntut balik. Saya akan terima itu dengan sepenuh hati. Saya sudah rindu menggeluti kembali Tugas Pokok saya secara penuh sebagai dosen dalam menjalankan tugas-tugas Tri Darma. Semoga kita semua sehat selalu, dan perihal Gugatan Perdata Nanda Fachrul Razi, silahkan untuk terus dilanjutkan. Bismillah! Wassalam…” tutup Rektor

Diketahui, Muhammad Fakhrur Razy menggandeng tujuh advokat saat memasukkan berkas ke Pengadilan Negeri (PN) Palu, Jumat (15/09) lalu.

Salah satu kuasa hukum penggugat, Sahruddin Etal Douw, mengatakan, hal-hal yang dituntut kliennya adalah pencabutan skors, permohonan maaf melalui media, dan mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh para tergugat.

Pihaknya juga meminta kepada Menristek Dikti untuk memberi sanksi kepada Rektor, karena telah melakukan pungutan  di luar UKT. (YAMIN/FAUZI)