Mahasiswa Pascasarjana Unisa dan Petani di Sigi Bahas Pengendalian Hama Terpadu

oleh -
Diskusi antara mahasiswa pascasarjana Unisa dengan petani di Sigi, Sabtu (13/01). (FOTO: SUBARKAH)

SIGI – Mahasiswa Pascasarjana Pertanian Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), melakukan temu lapang bersama petani di Kabupaten Sigi, Sabtu (13/01).

Kegiatan tersebut dalam rangka mengenali, menganalisa dan membahas langkah yang telah dilakukan oleh petani dalam pengendaliah hama terpadu.

Kegiatan ini merupakan inisiatif untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman petani mengenai pendekatan yang berkelanjutan dalam mengendalikan hama yang seringkali merugikan hasil panen.

”Ini menjadi salah satu bagian pembelajaran dan berbagi pengalaman antara para petani dan mahasiswa pascasarjana,” ujar Astuti, salah seorang mahasiswa pascasarjana Unisa yang melakukan kunjungan tersebut.

Ia mengatakan, salah satu pokok pembahasan utama adalah terkait proses pengelolaan, pemeliharaan, hingga panen yang dilakukan oleh petani yang ditemui di lapangan.

“Termasuk seperti apa petani dalam memanfaatkan atau menggunakan agen pengendalian hayati, seperti predator alami dan bakteri yang bersahabat dengan tanaman,” katanya.

Ia menambahkan, kegiatan temu lapang ini menjadi kesempatan untuk melihat langsung praktik-praktik petani di lapangan, melalui kunjungan ke lahan petani,

”Temu lapang pengendalian hama terpadu ini akan menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesadaran petani akan pentingnya praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” harap Astuti.

Salah seorang petani, Indra Wjayanto yang memulai usaha dengan bertanam sayur, memanfaatkan metode hidroponik sebagai bagian dari upaya pengendalian hama terpadu (PHT) dalam mendukung pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Aan, sapaan akrabnya, mengaku telah memulai menanam sayur selada menggunakan metode hidroponik yang dirasakan lebih mudah dan menguntungkan.

“Sekalipun tidak dapat dielakkan, masih ada juga serangan hama pada tanaman yang kita usahakan. Meskipun menggunakan media air, tanaman hidroponik pun tak luput dari serangan hama. Hama dapat menyerang pada bagian daun maupun akar tanaman yang terendam air. Akibatnya, pertumbuhan daun tidak sempurna sehingga hasil panen bisa kurang maksimal nantinya,” ungkap Aan.

Untuk mengantisipasi serangan, Aan pun melakukan upaya pencegahan dengan meningkatkan nutrisi bagi tanaman sehingga memberikan imun yang kuat terhadap serangan, terlebih lagi dalam keadaan musim pancaroba intensitas serangan pun bisa lebih tinggi.

Aan pun memperlihatkan salah satu penangkal serangan yang berbahan organik yang ia gunakan untuk upaya preventif dan pengobatan yang digunakan sesuai dengan tingkat serangan yang terjadi.

”Jika dilihat dari tingkat serangan, saya melakukan beberapa pengendalian dengan semisal untuk preventif dan pengendalian dalam bentuk pengobatan sehingga takaran atau dosis yang digunakan tepat guna untuk mengendalikan serangan,” katanya.

Sementara itu, Heri, petani tomat juga menyampaikan bahwa proses mereka melakukan pengendalian terhadap serangan hama dengan melakukan pengendalian dan melihat waktu yang tepat untuk melakukan upaya perlindungan terhadap tanaman agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan terhadap usaha tomatnya.

“Cuaca sekarang sangat membuat kami harus lebih meningkatkan pengendalian terhadap serangan hama maupun penyakit, terlebih lagi di musim hujan kemudian panas lagi, hujan lagi. Kami petani ini berupaya sekuat tenaga agar tidak terjadi gagal panen,” imbuh Heri.

Sementara itu, Dr. Ir. Ratnawati, M.P, dosen pengajar pascasarjana dari Unisa, mengatakan, dari hasil kunjungan lapangan menunjukkan bahwa makin intens penggunaan bahan kimia di lahan pertanian. Orientasi produksi memaksa petani selalu menggunakan bahan kimia sebagai input pertaniannya.

“Kergantungan yang tinggi pada bahan kimia menunjukkan tantangan kita dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan. Kami sudah sering melakukan penyuluhan dengan mempraktekkan memanfaatkan agens hayati,misal penggunaan trichoderma dan penggunaan bahan organik limbah pertanian sebagai kompos. Namun itu ternyata belum dapat menggantikan ketergantungan dengan bahan kimia,” urai Ratnawati, Ahad (14/01).

Apalagi, kata dia, bila harga produk pertanian sedang naik, seperti cabe dan tomat, maka aplikasi pestisida makin meningkat seperti yang disaksikan di Kabupaten Sigi, tanpa mempertimbang ada tidaknya serangan OPT.

Ia berharap, ke depan diperlukan kesadaran ekologis petani dan tentunya tidak boleh dibiarkan melakukan cara bertani yang tidak sehat dan tidak berkelanjutan.

“Perguruan tinggi punya peran penting untuk terus mengedukasi pentingnya keselamatan bersama. Petani, konsumen dan lingkungan (agroekosistem) dan itu sebenarnya esensi dari pertanian berkelanjutan,” tutupnya. SUBARKAH