PALU- Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPN- RI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyoroti penyaluran bantuan sosial (bansos) baik PKH maupun BLT oleh Kementerian di Provinsi Sulawesi Tengah, dinilai inprosedural atau menyalahi aturan serta adanya intimidasi dan penekanan oknum tertentu kepada penerima bantuan.
Khususnya empat kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong, yakni kecamatan Palasa, Tomini, Mepanga dan Kecamatan Ongka Malino.
“Para penerima bansos ini tidak diberikan bantuan, sebab alasan oknum dari pemerintahan, para penerima tidak memiliki kartu vaksin,” kata Kepala Divisi Investigasi dan Intelijen Wilayah Timur Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPN- RI) Fadli Anang, dalam konferensi pers di kafe Salomita, Jalan Rajawali, Kota Palu, Rabu (11/5).
Ia mengatakan, dana-dana yang mereka belum salurkan kepada yang hak menerima ini sangat bertentangan dengan aturan yang ada.
Sebab kata dia, dalam pemberian bantuan itu tidak ada kategori atau aturan hukum menyatakan bahwa penerima bansos, harus memiliki kartu vaksin lebih dulu.
Ia menyebutkan, hal ini sangat miris terjadi dilingkungan masyarakat, sebab mereka wajib menerima dana tersebut, karena dana tersebut belanja hibah.
“Artinya dana tersebut bila tidak disalurkan tidak kembali ke kas negara atau sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA),” sebut Yogi panggilan akrabnya.
Apalagi kata dia, keputusan Presiden tentang peraturan Covid 19 sudah dicabut, oleh peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 31 P/HUM/2022, sebanyak 115 halaman telah membatalkan keputusan presiden nomor 99 tahun 2020.
“Maka sudah jelas dana yang mulai 2020 hingga 2022 kemarin mereka belum terima, itu wajib mereka terima,” ucapnya.
Secara khusus dirinya menyoroti Kabupaten Parigi Moutong, bahwa penerima program keluarga harapan (PKH) 9.479 Kepala Keluarga (KK), total bantuan senilai Rp17, 5 miliar.
“Ini baru tersalurkan sekitar 60 persen, 40 persen belum tersalurkan sebab penerima belum memiliki kartu vaksin,” ucapnya.
Lalu kata dia, menjadi pertanyaan dana itu dikemanakan, sedangkan dana tersebut adalah dana hibah.
Olehnya, pihaknya meminta kepada oknum-oknum pejabat pemerintahan mulai tingkat provinsi, kabupaten sampai tingkat desa untuk segera memberikan kepada berhak menerima bansos tersebut.
Ia mengatakan, jika dana bansos tersebut tidak disalurkan sampai bulan Juni, LPPN-RI Sulteng meminta kepada Polda dan Kejati Sulteng membentuk tim khusus, untuk melakukan audit, terhadap dana-dana tidak berjumlah sedikit, bernilai ratusan miliar.
Selain penerima bansos, kata dia, hal lainnya penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pada 2020 penerima BLT berjumlah 6.247 orang di 9 Kabupaten se-Sulteng.
“2020 ini anggarannya mencapai Rp1, 5 triliun disalurkan kepada 1.842 desa, dari 12 Kabupaten/Kota di Sulteng, Rp400 miliar dana itu dialihkan ke BLT,” bebernya.
Ia menambahkan, untuk kabupaten Parigi Moutong penerima BLT sejumlah 1800 KK. Dan baru tersalurkan sekitar 70 persen.
“Sisanya 30 persen tidak diberikan, dengan alasan dari oknum-oknum penyalur dari pihak pemerintah, bahwa mereka belum memiliki kartu vaksin,” jelasnya.
“Dan untuk 2022 ini, Perpres tersebut telah dicabut oleh Mahkamah Agung (MA),” katanya.
Olehnya dana-dana sebelumnya belum tersalurkan, segera disalurkan kepada masyarakat.
Ia menambahkan, pihaknya meminta kepada Kepolisian dan Kejaksaan Sulteng segera membentuk tim khusus mengaudit dana itu. Sebab dana Negara tersebut berbentuk belanja hibah.
Untuk itu, dia berharap kepada Pemerintah Kabupaten Parimo khusunya segera merealisasikan atau menyalurkan dana tersebut kembali kepada berhak menerima.
“Dalam hal ini masyarakat yang berhak menerima,” katanya.
Ia mempertanyakan, keberadaan dana belum tersalurkan mengendap dimana, mereka kembalikan kemana atau mereka simpan kemana, ini tidak ada kejelasan.
Olehnya dia menegaskan segera diaudit.
Reporter: