PALU – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Sulawesi Tengah bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu melakukan penelitian dalam rangka mengetahui kebijakan pengentasan kemiskinan dan penurunan stunting di Kabupaten Sigi.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor penyebab kemiskinan dan stunting, serta efektivitas kebijakan berbasis teknologi energi terbarukan di daerah tersebut.

Hasil penelitian dengan sampel 400 penduduk miskin di sembilan kecamatan dan 34 desa ini telah dirilis, Jumat (22/11) dan menghasilkan sejumlah rekomendasi penting.

Ketua LP2M UIN Datokarama Palu, Dr. Sahran Raden, menyampaikan bahwa strategi penanggulangan kemiskinan harus melalui pertumbuhan ekonomi inklusif dan pemerataan.

“Efektivitas regulasi penanggulangan kemiskinan memerlukan pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin, perlindungan sosial komprehensif, dan peningkatan akses terhadap pelayanan dasar,” ujarnya.

Dalam upaya penanggulangan stunting, peneliti merekomendasikan optimalisasi program Tangguh Bersinar Terpadu di Kabupaten Sigi. Program ini mencakup sosialisasi penurunan stunting berbasis keluarga dan penguatan peran Posyandu di desa-desa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan perlindungan sosial yang komprehensif dan inklusif sangat dibutuhkan. Perlindungan ini meliputi bantuan sosial, asuransi sosial, advokasi, serta bantuan hukum.

“Selain itu, perlindungan sosial perlu disinergikan dengan pemberdayaan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja,” jelas Sahran.

Penelitian juga mengidentifikasi berbagai faktor yang mendukung dan menghambat pengentasan kemiskinan di Sigi. Kelebihan yang dimiliki Kabupaten Sigi meliputi keberadaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), perkembangan UKM, angka melek huruf, dan ketersediaan air bersih.

“Sementara itu, ancaman meliputi lambatnya investasi, koordinasi yang lemah, dan ketidakstabilan ekonomi nasional,” katanya.

Dr. Sahran menyoroti kondisi geografis Kabupaten Sigi yang terisolasi, dengan luas wilayah 5.218,82 kilometer persegi. Kesenjangan antar wilayah, kata dia, juga masih menjadi isu utama, dipengaruhi oleh perbedaan sumber daya alam, kualitas SDM, dan kemajuan ekonomi.

“Kabupaten Sigi tercatat sebagai daerah tertinggal, dengan persentase penduduk miskin mencapai 12,83 persen per November 2023,” ungkapnya.

Ia menekankan bahwa kemiskinan di Sigi disebabkan oleh kurangnya faktor produksi, keterampilan, dan akses pendidikan. Mayoritas penduduk miskin tinggal di pedesaan dengan kondisi ekonomi yang rentan terhadap bencana seperti tanah longsor, gempa bumi, dan banjir bandang.

“Hasil penelitian ini dijadikan sebagai landasan teoritik dalam pengembangan keilmuan di bidang ilmu humaniora seperti ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu budaya, ilmu ekonomi dan ilmu politik. Dengan demikian, penelitian berkontribusi bagi pengembangan keilmuan di perguruan tinggi,” harapnya. (RIFAY)