PALU – Peristiwa merenggut nyawa kembali terjadi di area pertambangan tanpa izin (PETI) Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Selasa kemarin.
Dua penambang dilaporkan meninggal dunia akibat tertimbun longsor saat sedang menambang, di salah satu titik tambang ilegal “Kijang 30”.
Kedua korban diketahui berasal dari Palolo, Kabupaten Sigi yang meninggal di tempat kejadian dan seorang lainnya berasal dari Gorontalo dan dinyatakan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Tragedi ini bukan baru pertama kali terjadi di atas lahan konsesi PT Citra Palu Minerals (CPM) tersebut, melainkan sudah beruling-ulang. Penyebab paling sering adalah tertimbun longsor dan akibat minimnya alat keselamatan yang dipakai para penambang ilegal.
Kondisi ini dinilai karena adanya pembiaran dari aparat penegak hukum dalam menindak para penambang ilegal tersebut.
“Untuk itulah kita mendesak agar Kapolda dan Kapolresta Palu dicopot. Kenapa didesak untuk dicopot, karena ini bukti suram penegakan PETI di Sulteng, khususnya di Poboyo sehingga mengakibatkan korban jiwa,” tegas Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Moh Taufik, Rabu (04/06).
JATAM menduga, kejadian longsor di Poboya disebabkan alat berat dari penambang ilegal sendiri.
Taufik mengatakan, sebelum kejadian ini, para penambang tradisional di Poboya sudah mengeluhkan adanya aktivitas PETI yang lain menggunakan alat berat dan dump truck.
“Beberapa hari sebelum longsor, mereka (penambang tradisional) sudah khawatir alat-alat berat ini memberikan ancaman longsor, dan terbukti. Jadi memang longsor ini tidak terjadi serta-merta,” katanya.
Menurutnya, keberadaan alat berat yang beraktivitas di lokasi tambang sudah berulang kali dilaporkan kepada Polda Sulteng dan Polres Palu.
“Tapi tidak ada tindakan apa-apa. Makanya mereka harus dicopot karena tidak ada langkah serius penegakan hukum yang dilakukan terhadap PETI yang menggunakan alat berat,” katanya.
Selain menuntut pencopotan Kapolda dan Kapolresta, JATAM juga mendorong penegakan hukum yang terukur terhadap pelaku PETI yang menggunakan alat berat dan peredaman di wilayah Kelurahan Poboya itu.
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta agar pemerintah mengevaluasi PT CPM, selaku pemilik kontrak karya (KK) di wilayah itu.
“Kami mempertanyakan sikap CPM yang terkesan tidak mau melakukan upaya melaporkan para pelaku PETI ini. Walaupun katanya sudah pernah melapor, tapi sejauh ini publik tidak pernah tahu, siapa yang dilaporkan,” tutupnya. IKRAM