DONGGALA – Sejumlah anggota DPRD Provinsi Sulteng meninjau lokasi pertambangan galian C di Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Jumat (11/08). Peninjauan itu sehubungan dengan keluhan masyarakat terkait kegiatan pengambilan material pasir dan batu yang merusak lingkungan.
Wakil Ketua DPRD Muharram Nurdin bersama Wakil Ketua Komisi III Muh Masykur turun ke lokasi pertambangan didampingi sejumlah warga dengan menyusuri Sungai Labuan mulai dari hulu sampai ke muara.
Wakil Ketua DPRD Sulteng Muharram Nurdin, mengatakan, peninjauan dilakukan sebagai bentuk respon legislatif terhadap tuntutan Forum Masyarakat Peduli Lingkungan dan Hak Asasi Manusia (Formal-HAM).
“Sebelumnya masyarakat yang tergabung dalam Formal HAM menggelar aksi di DPRD Sulteng menuntut penghentian kegiatan penambangan sirtu yang mereka nilai telah merusak DAS,” katanya.
Muharram Nurdin mengakui ingin mengetahui penyebab di satu sungai terdapat 19 perusahaan yang melakukan pengambilan material pasir dan batu.
Pihaknya secara kelembagaan ingin memastikan apakah perusahan yang beroperasi memiliki dokumen lengkap termasuk UKL/UPL.
“Kami menduga bisa jadi ada perusahan yang tidak memiliki dokumen UKL/UPL,” tegas Muharam.
Sementara Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulteng Muh Masykur menilai masalah yang ditimbulkan akibat aktivitas pengerukan sungai sangat memprihatinkan.
Selain bencana alam banjir, kerugian sudah pasti banyak dialami warga jika melihat fakta yang ada di lapangan.
“Pemerintah daerah tidak bisa menutup mata atas fakta yang ada. Kasian warga, sampai kapan mereka harus terus menerus hidup dalam kondisi was-was. Jika intensitas hujan tinggi pasti terjadi banjir. Dan ini sudah terjadi beberapa kali, terutama di Desa Labuan Kongguma, Wani Satu, Wani Lumbunpetigo,” katanya.
Apalagi jika melihat kondisi bantaran sungai dikeruk secara gila-gilaan tanpa jeda. Bayangkan ada 19 perusahaan beroperasi mengeruk material, maka dapat dipastikan sungai yang dulunya jadi berkah bagi warga, kini hidup dalam bayang-bayang ancaman becana alam dan kerugian secara ekonomi.
Sebaliknya, urai dia, bagi pemilik izin hal itu adalah berkah yang nilai keuntungannya sangat besar sebab, produksi pasir-batu-kerikil (sirtukil) dari alam Teluk Palu itu bernilai tinggi.
“Di pesisir pantai sekitar muara ternyata juga disinyalir ada masalah. Pasalnya dermaga pelabuhan untuk kepentingan pengapalan material bisa jadi belum dilengkapi dengan alas hukum. Sebagaimana temuan Kementerian Perhubungan sebanyak 42 pelabuhan khusus di Teluk Palu tidak memiliki izin. Karena itu DPRD Sulteng akan memanggil para pihak terkait langsung dengan masalah ini,” sebutnya.
Sebelumnya Forum Masyarakat Peduli Lingkungan dan Hak Azasi Manusia (FORMAL-HAM) menggelar aksi damai di Kantor DPRD Sulteng untuk mendesak pemerintah daerah untuk menghentikan seluruh aktifitas tambang yang merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) Labuan.
Selama kurang lebih tiga puluh tahun, terdapat 19 perusahaan tambang yang mengeruk bahan tambang di sepanjang jalur DAS Labuan. Perusahaan-perusahaan itu diantaranya PT Intan Megalit, PT Mapalus Jaya, PT Wahana, PT Adas Sejahtera, PT Joyomi, PT Labuan Lelea Ratan, PT Putra Labuan, PT Surya Labuan Sari, PT Adi Rahmat Mandiri, PT Labuan Putra Kor, PT AJK, PT Labuan Mini, PT Sarana Abadi, PT Kosuneng, CV Tri Remetana Labuan, PT Panimba Perkasa, dan PT Kurnia Batu Alam. (RIFAY)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.