PARIMO – Perayaan lebaran Ketupat di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), diharapkan menjadi momen membangun keharmonisan guna mempererat tali silaturahmi dalam konteks kehidupan sosial.
Hal itu diungkapkan, Anggota DPR-RI daerah pemilihan Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid, Senin (09/05).
“Giat seperti ini menjadi kebiasaan masyarakat yang perlu dilestarikan dalam membangun hubungan sosial yang lebih baik,” ungkap Anggota DPR-RI daerah pemilihan Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid, Senin (09/05).
Kata dia, makna tradisi lebaran ketupat dilaksanakan turun temurun di daerah tersebut adalah bagian dari upaya dalam merekatkan persatuan dan kesatuan dalam menjaga hubungan sosial, termasuk antarumat beragama.
Menurut dia, masyarakat hidup di ibu kota kabupaten merupakan masyarakat majemuk, maka dari itu hidangan yang disuguhkan warga di pesisir pantai Parigi dikonsumsi untuk semua orang yang datang berkunjung.
“Ini juga bagian dari sinergitas masyarakat dan pemerintah. Tanpa persatuan dan kesatuan sulit untuk mencapai tujuan pembangunan daerah,” tutur Anwar yang juga mantan Bupati Morowali.
Sebagai mana dalam konsep Islam, katanya, setelah Bulan Suci Ramadhan berlalu maka umat Islam diajarkan menjadi insan lebih peka bersedekah, olehnya lewat tradisi lebaran ketupat adalah bagian dari konsep berbagi, lalu selalu memberi maaf kepada orang lain.
“Ini momen tepat saling berbagi dan saling memaafkan atas kesalahan sudah berlalu. Tidak ada kata yang indah selain kata maaf,” ucap Anwar.
Wakil Bupati Parigi Moutong Badrun Nggai mengatakan, lebaran ketupat setiap tahun dilaksanakan warga Parigi untuk memupuk silaturahim di tengah perbedaan.
Tradisi tersebut dilaksanakan sepekan setelah Lebaran Idul Fitri dengan makna filosofi begitu luas. Selain mempererat silaturahim, juga membangun kesadaran gotong royong dalam kehidupan sosial.
“Tradisi ini mengajarkan kita untuk saling tolong menolong. Melalui konsep gotong royong, berbagi satu sama lain adalah cara umat Islam saling mengayomi,” tutupnya.
Reporter: Mawan
Editor : Yamin