PALU – Adanya larangan untuk tidak mudik yang dikeluarkan pemerintah pusat, melalui surat edaran yang diterbitkan Satgas Penanganan Covid-19, mestinya lebih dipertegas teknisnya, melalui aturan kepala daerah.

“Minimal edaran oleh instansi terkait, apakah Dinas Perhubungan ataukah lintas instansi. Edaran tersebut, memuat aturan-aturan yang lebih teknis, yang disesuaikan dengan kondisi Sulawesi Tengah,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Sri Atun dalam rilis resmi Fraksi PKS, Sabtu (24/04).

Diketahui, Satgas Penanganan Covid-19 telah mengeluarkan Addendum Surat Edaran Nomor 13 tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriyah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriyah.

Dalam edaran tersebut, memang telah disebutkan aturan-aturan teknis terkait larangan mudik, namun kata Sri Atun, masyarakat Sulawesi Tengah masih butuh penjelasan yang lebih detail lagi.

“Sebab kondisi Indonesia tidak sama. Kondisi Jawa dan Sulawesi tentu berbeda, sehingga masyarakat masih butuh penjelasan lagi,” katanya.

Sri Atun mengusulkan, agar larangan mudik sifatnya lebih kondisional. Artinya, pemberlakukan di setiap daerah tidak sama. Sebab katanya, kondisi Jawa dan Sulawesi sangat berbeda. Baik dari segi demografinya, maupun kondisi kepadatan penduduk.

“Saya malah ingin usulkan, agar perlu ditetapkan jarak radiusnya. Misalnya yang dari Palu, paling jauh boleh melakukan perjalanan minimal jarak berapa kilometer. Kan agak aneh juga, orang Palu dilarang melintas kabupaten. Lalu bagaimana orang Palu Utara mau ke Wani? Dari segi jarak, hanya 10-an km, tapi kan sudah lintas kabupaten,” urainya. (**)