PALU – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) agar segera menyelesaikan laporan masyarakat, yang berhubungan dengan laporan kerusakan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan, baik hutan maupun tambang.
“Kejadian korupsi di sektor SDA seperti di Sulawesi Tenggara dan tempat lain, agar tidak terjadi di Sulteng,” kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif kepada sejumlah wartawan di salah satu hotel Kota Palu, Rabu (5/9).
Laode berharap untuk periode kepemimpinan gubernur Sulteng saat ini, beserta jajaranya bupati/walikota, agar laporan masyarakat itu segera diselesaikan.
“Kalau tidak diselesaikan dengan segera, akan menimbulkan permasalahan besar yang akan datang. Untuk itu KPK mengingatkan kepada Pemprov Sulteng memperhatikan hal tersebut,” tekannya.
Laode mengatakan, saat ini KPK menjadi turut tergugat dalam kasus gugatan perdata yang dilayangkan kuasa hukum dari terpidana mantan Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam terhadap ahli DR. Ir. Basuki Wasis, yang digunakan KPK dalam menghitung kerugian negara, atas izin pertambangan yang dikeluarkan gubernur.
Kata dia, kasus ini berawal dari penyelidikan dan penyidikan pada Nur Alam, yang diduga saat itu mengeluarkan izin pertambangan. Nur Alam diduga mendapatkan suap dan keuntungan pribadi dari sejumlah pihak.
“Dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, KPK melihat izin yang di berikan Nur Alam bertentangan/melanggar ketentuan hukum yang ada, khususnya undang-undang kehutanan, Minerba dan Tipikor,” katanya.
Tapi kata dia, untuk menghitung berapa kerusakan alam/lingkungan akibat izin itu, KPK meminta ahli, selain perhitungan dilakukan BPKP. Salah satunya ahli Dr Ir. Bazuki Wasis dari institute pertanian bogor (IPB). Berdasarkan itu, KPK berhasil melimpahkan kasus itu ke pengadilan Tipikor di Jakarta.
Basuki Wasis diminta menjadi ahli di persidangan, tetapi oleh kuasa Hukum Nur Alam, Basuki Wasiz malah digugat secara perdata. Dan ini benar-benar aneh dan pertama dialami oleh KPK.
Kata dia, seorang ahli yang membantu pengadilan dalam kasus tersebut, untuk didengarkan pendapatnya digugat secara perdata. Gugatanyapun tidak tanggung-tangung kerugian materil Rp1,47 miliar dan gugatan inmateril Rp3 triliun.
Dia mengatakan, hal itu terlalu besar, tetapi bukan soal besaran gugatanya. Karena itu bertentangn dengan semua sendi prinsip hukum, bukan cuma Indonesia tapi seluruh dunia.
Karena ahli yang dimintai pendapatnya itu, adalah orang yang harus dihargai oleh pengadilan, tetapi keteranganya itu, malah digugat secara perdata.
Padahal kata dia, didalam proses persidangan, pihak terdakwa kala itu, juga menghadirkan ahli untuk didengarkan pendapatnya. Dan terbukti sampai sekarang terdakwa banding, pendapat ahli dari Basuki dipakai oleh pengadilan, tetapi kenapa gugatan perdatanya masih berlangsung.
Oleh karena itu kata dia, sebagai tangung jawab dari KPK, melindungi ahli untuk diminta pendapatnya dalam membantu KPK dalam penyelidikan dan penyidikan, dalam tindak kasus pidana korupsi. Maka KPK berkordinasi dengan bidang hukum KPK dan kuasa hukum Basuki Wasis.
Dia mengatakan, putusan kasus perdata ini akan berakibat banyak kepada kasus yang ditangani KPK.Kalau hal ini sukses, akan merusak tatanan sistem peradilan di Indonesia.
“Jangan sampai nanti tidak akan ada lagi ahli untuk didengar pendapatnya dalam proses persidangan di pengadilan untuk membantu penegakan hukum,” ujar Laode.
Karena kata dia, kalau pendapatnya dipakai pengadilan untuk menghukum, itu akan digugat secara perdata. Ini sangat berbahaya, maka KPK melawan sekuat tenaga, agar hal itu tidak terjadi. Untuk itu, dia meminta kearifan majelis hakim yang menyidangkan kasus itu, tetap berpegang teguh pada prinsip hukum yang ada. Dan meminta komisi yudisial dan Bawas MA untuk memantau, karena kasus ini aneh dan jarang terjadi.
Staf ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ilyas Arsyad mengatakan, ahli yang menghitung berdasarkan keahlianya, menghitung kerugian lingkungan hidup akibat pengelolana SDA yang tidak tepat, digugat.
Padahal kata dia, menyampaikan pendapat sesuai keahlianya, gugatan seperti ini sebagai upaya membungkam pejuang lingkungan dan pendapat ahli. Sebenarnya didalam Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 66 telah diatur dengan jelas, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
“KLHK saat ini lagi membuat peraturan lebih rinci mengenai hal tersebut, karena ternyata ada yang peraturan yang mengatur tapi masih terjadi,” imbuhnya.
Akademisi IPB, Prof.Bambang Heru Sahardjo mengatakan kasus lingkungan di Indonesia banyak dan sangat luar biasa, artinya peran ahli dalam kasus lingkungan sangat penting dan dominan.
Sehingga kata dia, ketika Basuki digugat sangat mengagetkan, karena ahli melakukan kegiatan proses di lapangan, sesuai kaidah ilmiah dengan cara metode dan analisis yang benar.
“Kami sangat independen dan tidak bisa digangu oleh siapapun, benar-benar netral, ini menjadi persoalan besar, ketika rekan kami melakukan sesuai kaidah malah digugat,” katanya.
Kata dia, hal ini tidak masuk akal dan manusiawai. Di satu titik, kehancuran terjadi didepan mata, bermaksud untuk menyelamatkan lingkungan lebih besar lagi, tetapi malah digugat.
Sehinga kata dia, kami sepakat dengan bantuan media, KPK, KLHK , CSO ICW, LBH, Walhi termasuk akademisi yang punya hati nurani, karena tidak sedikit ahli sudah terjangkar, sehingga suaranya tidak sesuai pendapat.
Dia berharap, kasus seperti ini tidak akan ada lagi, bila ada undang-undang baru yang ada dan pada putusan sela nanti, kami akan minta kasus ini dihentikan.
Akademisi Univeristas Tadulako, Muhamad Nasrun mengatakan kasus dialami ahli Basuki sangat menggangu kalangan akademis termasuk dirinya, karena perlakukan terhadap Basuki bukan hanya kekerasan terhadap subyek pengetahuan, tapi terhadap pengetahuan itu sendiri.
Kata dia, dengan ilmu selama ditekuni Basuki dan keahlian disumbangkan kepada Negara, justru diperlakukan tidak adil oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan hukum, dengan mengunakan strategi strategic lawsuit against public participation (SLAPP).
Padahal kata dia, Undang-undang Nomor 32 tahun 2009, undang-undang LPSK dan aturan lainya bisa memberikan perlindungan terhadap ahli yang memberikan pendapat pada proses pengadilan. (IKRAM)