PALU- Hampir semua wilayah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)/ rumah tahanan (Rutan) di Indonesia mengalami overcrowded/kelebihan kapasitas penghuni.
Tak terkecuali Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) berdasarkan , data Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Sulteng Lapas/Rutan mengalami over kapasitas 102 persen.
Kapasitas hunian UPT Pemasyarakatan se-Sulawesi Tengah 1.711 orang. Sementara, jumlah Narapidana dan Tahanan UPT Pemasyarakatan se-Sulawesi Tengah 3.462 orang.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum-HAM Sulteng, Sunar Agus, mengatakan, seluruh Indonesia mengalami overcrowded disebabkan arus penghuni masuk Lapas/Rutan dan arus keluar tidak sebanding.
“Arus masuk penghuni lapas/rutan tinggi disebabkan adanya penangkapan,” kata Mantan Kalapas Palopo ini, di Palu Rabu, (26/5).
Sunar mengatakan, selama ini aparat penegak hukum lainnya, melakukan pendekatan penjara. Jadinya, arus orang masuk penjara tinggi.
Namun kata dia, hal ini tidak bisa disalahkan, sebab undang-undangnya, mengatur hal tersebut.
“Ada beberapa undang-undang kecendrungannya memenjarakan orang, efeknya Lapas/rutan tidak mampu menampung,” kata mantan Karutan Pangkep ini.
Menurutnya, bila tidak ingin menambah infrastruktur atau meningkatkan kapasitas, maka pendekatan hukum memenjarakan mestinya dikurangi. Penjara hanya upaya hukum terakhir, penegakan hukum (ultimum remedium).
“Tapi kenyataannya aparat penegak hukum tidak seperti itu,” imbuhnya.
Persoalan lainnya, ada masalah dalam tatanan hukum di Indonesia, yakni hukum bagi keadilan, adalah dewa keadilan. Masalahnya dewa keadilan Indonesia matanya tidak ditutup kain hitam, sehingga menimbangnya bisa melirik ke kiri dan kekanan.
“Dewa keadilannya cenderung tidak adil dan korbanya masyarakat pula,” ujarnya.
Menurutunya lagi, bila memang harus dimasukan ke penjara, pihaknya siap untuk itu. Akan tetapi, misalnya akibat kelalaian menabrak orang, lalu orangnya meninggal, dan keluarga korban sudah berdamai, maka sebaiknya tidak perlu lagi dibawa ke ranah penjara.
“Tapi hal-hal seperti itu masih banyak terjadi masuk Lapas, sementara lebih jahat masih ada di luar,” imbuhnya.
Selain itu saat ini sedang dilakukan kajian oleh pakar dan Kemenkum dan HAM leading sektornya terkait revisi KUHP, masih berproses ke arah pendekatan lain, sehingga Lapas/rutan tidak penuh.
Hal terpenting orientasi aparat penegak hukum lebih ke upaya pencegahan. Sebab perangkatnya, ada contoh sederhana, apakah saat ini telah ada patroli komplek perumahan, untuk mencegah peredaran narkoba dan pencurian. Hal ini jauh lebih murah ketimbang menangkap orang dibawa ke Lapas.
Semua Lapas/Penyidik/Penuntut Umum/Kemenkum dan HAM memiliki unit kerja, yang bekerja preventif. Contohnya, di Kemenkum dan HAM ada desa sadar hukum. Bila unit ini bekerja efektif dan maksimal, beban unit reprensif berkurang.
Maka perlu dilakukan, memberikan penyadaran kepada masyarakat agar tidak melanggar hukum dan taat hukum. Penambahan infrastruktur, hanya akan menambah beban Negara. Artinya uang pajak dari warga dibebankan untuk membiayai narapidana.
Kalau pencegahanya gagal maka negara boros. Maka kesadaran hukum masyarakat kita harus meningkat, agar kemajuan secara umum dapat tercapai
“Kesadaran hukum ditingkatkan, ingat pesan Tuhan dan jangan ikut pesan syetan,” tukasnya.
Kemenkum dan HAM RI juga telah melakukan upaya diantaranya, pemberian hak efektif remisi yang terbagi dua, remisi umum dan remisi khusus (Hari Raya Agama).
“Hal lebih khusus Kemenkum dan HAM membuat Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 yakni asimilasi di rumah,” ujarnya.
Sehingga orang-orang bisa diasimilasi di rumah, dengan syarat, layak dirumahkan dan tidak menggangu orang lain. Kalaupun menggangu orang lain/mengulangi perbuatannya, akan ditarik kembali. Namun jumlah asimilasi ini tidak mencapai satu persen.
Sunar mengatakan, program asimilasi ini cukup efektif dan telah berlangsung mulai Maret 2020, dan diperpanjang hingga Juli 2021. Upaya-upaya itulah bisa dilakukan Kemenkum dan HAM.
Sunar menjelaskan, bila menyesuaikan dengan jumlah penghuni lapas, maka setiap saat menambah ruang hunian, dan beban biaya Negara besar. Namun hal ini tetap diupayakan, sebab di manapun perlu penambahan ruang hunian.
Ia mencontohkan di Sulteng, dulunya tahanan perempuan dan anak menyatu, sekarang sudah memiliki gedung sendiri. Lembaga Pemasyarakatan (LP) Perempuan dan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA). Saat ini lagi, diupayakan pembangunan gedung Rutan Donggala.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG