PALU –  Tim Transisi Pembangunan Kawasan Pangan Nusantara (KPN) Sulawesi Tengah (Sulteng) menjelaskan status lahan di Desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala yang menjadi pusat proyek nasional food estate.

Berdasarkan kajian kehutanan, status lahan tersebut adalah Areal Penggunaan Lain (APL), bukan berstatus Kawasan Hutan sebagaimana yang diisukan atau dikhawatirkan sejumlah pihak selama ini.

“APL itu bukanlah kawasan hutan, walaupun memang di dalamnya ada tegakan yang berdasarkan hasil data cruishing (hasil pengolahan data pohon), terdapat 36 ribu kubik kayu di dalam. Secara hukum, lahan itu tidak bermasalah dengan kebijakan kehutanan,” kata Sekretaris Pelaksana, Tim Transisi Pembangunan KPN Sulteng, Muhammad Ridha Saleh, kepada wartawan, Jumat (23/09).

Ia juga menyatakan, sampai saat ini tidak ada satu kubik kayu pun yang keluar dari dalam kawasan.

“Sebagaimana isu sekitar 100 ribu kubik yang keluar. Sementara yang ada di dalam kawasan itu sendiri hanya 36 ribu kubik. Jadi walaupun ada dalam APL, namun kayu-kayu yang ada tidak bisa keluar tanpa ada izin. Semua kayu yang keluar juga akan ada barcode serta terdaftar di pusat,” jelasnya.

Pihaknya mengakui, terdapat hutan lindung di wilayah tersebut. Namun, kata dia, areal itu tidaklah diganggu, bahkan untuk pembuatan jalan sekalipun.

“Kami sudah putuskan bersama untuk tidak menebang kayu endemik karena di dalam kawasan juga terdapat dua tanaman endemik yaitu eboni yang dari hasil data cruishing terdapat 601 kubik atau sekitar 120 pohon, dan kayu amara,” katanya.

Ia menegaskan, kawasan yang menjadi KPN bukanlah primer, tetapi lahan sekunder karena sudah pernah dibuka untuk lahan perkebunan masyarakat yang kemudian ditinggalkan sudah kurang lebih 30 tahun lamanya.

Kata dia, hutan sekunder itu seluas 700 hektar lebih atau sekitar 82 persen lebih yang di dalamnya terdapat perkebunan kelapa dalam, ada pula lahan pertanian seluas 42,66 hektar atau 5,01 persen.

“Jadi kalau kawasan hutan, tidak mungkin ada lahan pertanian,” tegas salah satu Tenaga Ahli Pemda Sulteng itu.

Edang, sapaan akrabnya juga menyampaikan mengapa kawasan tersebut sangat tepat menjadi KPN, dalam rangka menyambut berdirinya Ibu Kota Negara (IKN) yang baru di Kalimantan Timur.

Dari sisi jarak, kata dia, dari Talaga ke Kalimantan hanya sejauh 121 kilometer (km) melalui laut, lebih dekat dibanding Palu ke Talaga yang ditempuh melalui rute darat sejauh 130 km.

“Kawasan ini diusulkan menjadi kawasan pangan plus plus plus, karena tidak hanya dimanfaatkan untuk pangan, tetapi ada danau dan pantai. Pantai dan laut tidak akan diganggu walaupun nantinya semua akan terintegrasi,” terangnya.

Saat ini, lanjut dia, kawasan tersebut telah dibuka kurang lebih 20 hektar. Untuk kondisi existing, sudah terhampar jalan yang menjadi akses utama menuju titik nol KPN yang dibangun oleh pemerintah, dalam hal ini Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang.

Sebelumnya, kata dia, waktu tempuh dari desa menuju ke kawasan bisa mencapai 2,5 jam. Namun dengan terbukanya jalan, maka saat ini waktunya hanya berkisar 15 – 20 menit.

Di kawasan tersebut, lanjut dia, juga telah tersedia instalasi air yang setiap sumurnya menghasilkan 2 kubik per detik. Selain itu, nantinya akan dibangun embung (penampung air), instalasi listrik yang menggunakan PLTS atau tenaga surya.

Ia juga menyampaikan hal penting lainnya dari pembangunan project tersebut. Ia mengatakan, di dalam kawasan itu yang efektif adalah seluas 800 hektar lebih, setelah dikurangi untuk lahan konservasi dan lainnya, maka 400 hektar sisanya akan dibagikan dan disertifikasi untuk masyarakat atau redistribusi.

Terkait sarana dalam kawasan, site plan KPN telah mencantumkan kawasan konservasi seluas 9,14 persen, ruang terbuka hijau seluas 3,87 persen, fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).

“Mengitari kawasan, juga disediakan buffer zone sepanjang 100 meter antara kawasan dengan laut. Ini akan lain sendiri dengan kawasan-kawasan pangan yang lain,” tuturnya.

Mantan komisioner Komnas-HAM RI itu juga menyampaikan kaitan project tersebut dengan Program Smart Village Gubernur Sulteng.

“Jadi terkait digitalisasi desa, saat ini sudah ada sebanyak 20 desa untuk tahap pertama yang dikerjasamakan dengan ICON+. Yang sudah terealisasi sudah sebanyak enam desa. Insya Allah yang ketujuh adalah Talaga,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini sudah ada perusahaan yang meninjau dan sudah bersedia menamam dalam kawasan bekerja sama dengan masyarakat, yaitu PT Parna Raya dan Indofood.

“Terkait tenaga kerja, sesuai hitungan bisnisnya, dalam satu hektar itu bisa sampai 300 orang. Belum lagi yang akan mengurus gudang, alat pertanian dan lainnya, akan banyak tenaga kerja yang diserap. Nantinya, pekerja atau petani akan diorganisir dengan koperasi,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Anggota Advicer, Tim Transisi Pembangunan KPN, Datu Wajar Lamarauna, juga menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan alas sosial dari rencana pembangunan KPN tersebut, baik dengan lokasi maupun masyarakat serta bagaimana ekosistem dan ekologisnya.

“Soal statuta kawasan, sudah sangat jelas APL. Jadi tidak benar isu yang mengatakan bahwa areanya masuk sebagai kawasan hutan,” tegasnya.

Terkait alas sosial, dirinya yang diberi tanggung jawab oleh Gubernur, telah melakukan sembilan kali pertemuan di lima dusun. Seluruh pranata dan lembaga masyarakat dilibatkan.

“Termasuk OPD yang ditunjuk juga sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan lembaga masyarakat, baik di tingkat kecamatan maupun desa,” kata Datu.

Ia bersyukur karena seluruh masyarakat memberikan apresiasi atas masuknya program nasional ini ke wilayah Dampelas, khususnya di Desa Talaga yang kurang lebih 80 persen masyarakatnya berkebun serta Desa Kambayang dan Sabang.

“Kita prinsipnya tidak menabrak regulasi, komunikasi di tingkat OPD dan lainnya, semua on the track, termasuk dengan Kemenko Marves,” tekannya.

Terkait kelayakan ekosistem dan ekologis, lanjut dia, telah ada rekomendasi dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) mengenai kelayakan tanah yang berada pada PH 4 sampai 6.

“Artinya layak ditanami macam-macam tanaman. Makanya di dalam site plan itu ada 14 komoditas yang akan ditanam, jadi tidak hanya jagung,” terangnya.

Di dalam kawasan tersebut, kata dia, akan ada nurseri persemayaman dan pembibitan tanaman konservasi, mekarsari/wisata buah, area perkebunan buah-buahan, kawasan penggemukan sapi, area tanaman pangan kedelai dan jagung, area tanaman hortikultura (cabai, tomat, terong dan sebagainya).

Ia juga mengatakan bahwa tidak semua wilayah akan dibuka, karena beberapa bagian akan dijadikan sebagai edukasi forestry sebagai jejak history.

“Wilayah ini Insya Allah menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi di jazirah barat yang berhadapan langsung dengan IKN. Jika bertumbuh wilayah ini, maka akan memiliki resonansi dengan wilayah belakang seperti Parimo, Poso dan sebagainya,” tandasnya.

Anggota Advicer lainnya, Hamdin, berharap kepada masyarakat Sulteng untuk mendukung project tersebut. Sebab, kata dia, apa yang dilakukan bukanlah sekadar menanam atau membongkar hutan.

“Tapi bagaimana mengalihkan perhatian nasional ke wilayah kita, karena membangun daerah tidak cukup hanya dengan APBD. Jika project ini berjalan, maka infrastruktur konektivitasnya akan tersambung dengan wilayah pangan yang lain di Sulteng,” tandas Tenaga Ahli Gubernur Bidang Pertanian itu.

Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) telah menandatangani Surat Keputusan Nomor: 504/117/.1/DBMPR-G.ST/2022 tentang Penetapan Desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala sebagai Kawasan Pangan Nusantara (KPN) Program Peningkatan Penyediaan Pangan Nasional atau Food Estate (FE).

Keputusan ini dikuatkan dengan Rekomendasi Kawasan Pangan Nusantara Nomor: 504/71/Bappeda yang ditujukan kepada Bupati Donggala, juga telah memiliki dokumen UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan).

Keberadaan KPN di Desa Talaga ini sendiri telah melalui kajian dan peninjauan langsung oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) bersama sejumlah kementerian/lembaga pada tanggal 1-5 Maret lalu.

Nantinya, proyek KPN ini akan ditetapkan dengan peraturan presiden (perpres), bersamaan dengan empat project food estate lainnya di Indonesia.

KPN Dampelas adalah project nasional bersamaan dengan lima kawasan food estate lain, yaitu Sumatera Utara (Sumut) seluas 20 ribu hektar, Kalimantan Tengah (Kalteng) 29 ribu hektar, Kalimantan Utara (Kaltara) 41 ribu hektar, Sulawesi Tengah (Sulteng) 15 ribu hektar dan Papua 210 ribu hektar.

Khusus Sulteng yang ditetapkan seluas 15 ribu hektar, di dalamnya terdapat beberapa kluster, seperti Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Talaga sendiri adalah pilot project-nya.

Selain Tim Transisi Pembangunan KPN Sulawesi Tengah Tahun 2022, Gubernur juga telah membentuk tim lainnya yang mengurus percepatan proyek nasional tersebut, yakni Satuan Khusus Rekayasa Sosial, Komunikasi Masyarakat dan Penyelesaian Pertanahan Pembangunan KPN Tahun 2022. (RIFAY)