JAKARTA – Kumpulan Musisi asal Sulawesi Tengah berada di Jakarta merilis lagu religi pertama mereka, “Yaa Rahman”.
Lagu ini, liriknya ditulis motivator Muchlis Anwar melibatkan Sandy Canester. Sandy dikenal menjadi orang di belakang karya lagu-lagu religi Ophick.
“Seminggu sebelum puasa kami kumpul-kumpul di rumah kanda Abdul Kadir Karding, waktu itu kita ditantang membuat lagu religi. Pulang rumah saya merasa tertantang membuat lirik dan malam itu juga lirik ini selesai, lalu saya kirimkan sama Umar,” kata Muchlis bersama rekan-rekannya dari PMC di studio Mon Man Rawabelong Jakarta Barat. Rabu (28/4/2021).
Sebelum peluncuran single Yaa Rahman. Proses inipun bergulir. Umar mendapat kiriman lirik lagu. Dan dia butuh waktu pengendapan sehari mempelajari liriknya.
“Liriknya saya baca ulang-ulang, merinding saya. Butuh waktu satu hari baru saya mulai bisa membuat notasi lagu, lalu berpikir alat musik apa yang pas agar lirik lagu yang dalam ini, pesannya bisa sampai lewat harmoni music nantinya,” jelas Umar.
Ada hal menarik dari proses masuknya shalawat di tengah lagu. “Waktu kita kumpul rumah kanda Abdul Kadir Karding itu dekat masjid. Saat shalawat berkumadang dari masjid, kanda Abdul Kadir Karding bilang ‘masukkan itu di lagu kalian’. Telingaku bilang nada minor kayaknya itu, mau dibuat bagaimana ini? Sandy Canester lalu kasih masukkan sampai akhirnya musiknya jadi seperti yang kita rekam sekarang,” ungkap Umar.
Setelah rampung notasi musiknya, Umar kemudian menghubungi Iwan Barlian untuk menyanyikannya. Bagi Iwan, kiriman lagu ini dianggap hanya untuk dipakai sebagai penuntun bagi rekan rekannya yang nanti akan membawakan lagu ini.
“Saya merekamnya hanya untuk didengar sebagai guidance saja buat yang nanti menyanyikannya,’ kata Iwan.
Ternyata vocal Iwan, yang selama ini dikenal sebagai Metallica-nya Indonesia dianggap paling pas membawakan lagu ini oleh rekan-rekan PMC terlibat dalam pembuatan lagu.
Jadilah Iwan diampu menjadi vokalis utama menyanyikan lagu ini dari awal sampai akhir. Diantara semua musisi terlibat pengerjaan single ini, Aufar Lamando paling muda. Aufar anak dari gitaris Halid Lamando mulanya tidak mengerti jika diajak ke studio milik Sandy Canester bakal menjadi pemain utama.
“Waktu dijemput di rumah, dalam mobil saya dikase dengar notasi music dasar. Saya te tau kalau saya diminta main piano/keyboardnya. Begitu sampe studio saya dikase kenal om Sandy. Saya kaget apa om Sandy ini musisi hebat. Pas dibilang sama om Umar coba kau main itu lagu yang kau dengar tadi di mobil, tamba kaget saya. Dibilang lagi main saja sesuai apa yang kau rasa, te usah beban,” ungkap Aufar baru berusia 20 tahun.
Upaya merampungkan single religi sebelum bulan puasa meleset karena kesibukan para personil mempunyai kesibukan masing-masing. Namun Sandy Canester sebagai produser single ini mentargetkan jika proyek ini bisa diluncurkan saat Nuzulul Qur’an.
“Alhamdullilah target ini bisa tercapai, dan malam ini bertepatan malam Nuzulul Qur’an, kerja keroyokan teman-teman PMC bisa kita rilis,” kata Sandy bersyukur.
Palu Musician Community sendiri baru terbentuk pasca pandemic covid-19 melanda Indonesia. “Jadi setahun lalu kita sama-sama merasakan dampak dari covid-19. Pandemi ini ternyata mampu mengumpulkan kita agar saling mengisi dan membantu serta saling menjaga.
” Kalau dulu kita terasa terpisah oleh jarak karena tempat tinggal kita saling berjauhan, namun ketika pandemic Covid-19 kita merasa walau jauh kita harus saling peduli dan saling menjaga serta baku bantu,” jelas Rival ‘Pallo’ Himran dan Jemmy Lobo dipercayakan menjadi pengurus komunitas ini. (IKRAM/*)