OLEH: Naswatulla*
Pemerintah China secara resmi mengumumkan kasus pertama Coronavirus Diseases 2019 (Covid-19) di Kota Wuhan pada 31 Desember tahun lalu disusul pemberlakuan lock down atau karantina wilayah di sejumlah daerah untuk mencegah penularan. Walaupun demikian, laju penyebaran virus tetap tak dapat dihindari hingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa di berbagai negara.
Pembatasan pun dilakukan. Pemerintah memusatkan pekerjaan dari rumah, menutup sekolah, perkantoran, pasar, objek wisata, serta tempat ibadah. Pelajar dan mahasiswa dipaksa menjalani perkuliahan secara online atau dalam jaringan (daring) oleh dosen untuk menekan kian meluasnya klaster penularan virus.
Hal ini sebagaimana mengacu Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Diseases (Covid-19).
Kuliah daring merupakan sistem perkuliahan dengan memanfaatkan media pembelajaran via internet seperti video conference, zoom cloud meeting, google meet, atau google classroom.
Pada mulanya cara ini merupakan suatu hal yang baik bagi dunia pendidikan. Bahwa tidak semua pembelajaran harus dilakukan di dalam kelas, tetapi bisa melalui media komunikasi lain tanpa bertemu secara langsung.
Namun, seiring berjalannya waktu, sebagian pihak menilai perkuliahan daring tidak sepenuhnya efektif. Salah satunya soal dosen yang hanya masuk memberikan materi dan tugas tanpa banyak memberikan penjelasan, sembari menuntun mahasiswa mengasah minat membaca ulang pokok bahasan dan mencari tahu sendiri ketika ada poin yang tidak dimengerti.
Pertanyaannya, apakah semua mahasiswa dapat memahami materi tanpa mendapat penjelasan tambahan?
Hemat penulis, tidak sedikit di antara kita yang membutuhkan penjelasan panjang lebar untuk memahami sebuah gambaran keadaan, meskipun banyak pula yang belum dapat menangkap materi setelah penjelasan berkali-kali.
Masalah berikutnya adalah data internet yang harus selalu ada. Sebelum ada subsidi paket data dari pemerintah, tidak semua mahasiswa mudah mengikuti perkuliahan daring, terutama dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah.
Kita tahu, Covid-19 memaksa orang untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, sehingga tentu saja berdampak terhadap penghasilan kepala keluarga. Artinya, jangankan untuk membeli kuota internet, makanan sehari-hari saja tidak lagi mudah.
Kesulitan untuk membeli paket data kemudian menjadi alasan mahasiswa pulang ke kampung masing-masing. Sayangnya, pulang ke rumah orang tua tidak serta merta menghindari masalah. Banyak mahasiswa yang tinggal di pelosok kesulitan mengakses jaringan internet. Mereka harus pergi berkilo-kilometer jauhnya atau mencari tempat yang tinggi demi sinyal yang stabil agar bisa kuliah daring.
Ternyata bantuan kuota internet bagi pelajar dan mahasiswa belum semata-mata menjadi solusi kuliah atau belajar daring.
Persoalan yang juga perlu diselesaikan adalah infratruktur telekomunikasi seluler di pelosok. Hemat penulis, pemerintah bisa mempertimbangkan agar pembelajaran kuliah tatap muka dapat dilaksanakan kembali, dengan membatasi jam pertemuan dan juga jumlah mahasiswa. Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, bukankah ini berkumpul yang bermanfaat? ***
*Penulis adalah mahasiswa manajemen USN Kolaka