PALU – Sekelompok masyarakat Kelurahan Poboya melakukan pertemuan untuk mendiskusikan langkah yang akan ditempuh setelah lahan pertanian mereka diklaim oleh yang lahan pertaniannya diklaim oleh mantan Kapolda Sulteng, Dewa Parsana.

Pertemuan tersebut digelar di salah satu cafe di Wilayah Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Kamis (23/03).

Tokoh Masyarakat Poboya, Isran, mengatakan, sejak tahun 2007 silam pihaknya telah menerima peta pembagian lahan di wilayah tersebut yang ditanda tangani oleh lurah dan ketua adat yang menjabat saat itu.

“Kami meminta pada pemerintah untuk meninjau kembali penerbitan sertifikat atas nama Dewa Parsana dan beberapa orang lainnya,” ungkap Isran, perwakilan masyarakat yang lahannya diklaim oleh Dewa Parsana.

Kepada media ini, ia juga mengakui bahwa kepemilikan tanah atas nama Dewa Parsana tidak lebih 3000 an meter persegi. Sementara saat ini, telah terbit sertifikat yang luasannya lebih dari angka tersebut.

“Kami masyarakat Poboya tidak menerima dan tidak mengakui sertifikat itu. Karena hingga saat ini kami tidak pernah melakukan transaksi jual beli atau pengalihan hak yang saat ini menjadi dasar munculnya sertifikat atas nama Dewa Parsana,” tegasnya.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, kata dia, sedikitnya ada 40 orang warga yang tidak mengetahui mengenai penerbitan SHM di atas tanah garapannya selama bertahun tahun.

“Dulu kami mau buat surat tapi ditakut-takuti oleh dorang. Katanya itu wilayah Tahura jadi tidak bisa ada sertifikat, kenapa sekarang bisa?,” tanya Isran tanpa mengungkap pihak yang ia maksud.

Menurutnya, ketika lahan itu belum tergarap, mereka telah mendapatkan pembagian oleh kepala adat dan disetujui oleh pemerintah setempat sebagai bantuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di wilayah Poboya.

“Bahkan jauh sebelum perusahaan masuk, kami sudah berkebun di sana,” ujarnya.

Dahulu, lanjut dia, Poboya merupakan daerah dengan tingkat ekonomi rendah di wilayah Kota Palu sebelum adanya aktivitas pertambangan. Untuk itulah, lembaga adat dan pemerintah setempat sepakat melakukan pembagian lahan itu secara adil.

“Tanah yang diberikan kepada warga oleh ketua adat diperuntukkan sebagai lahan pertanian dengan luas yang bervariasi. Ada warga yang mendapatkan luas lahan 20 x 40 meter persegi dan 50 x 50 meter persegi setiap orangnya,” jelasnya.

Isran menambahkan, di dalam surat KAR yang dimiliki warga saat ini juga telah tercantum setiap nama yang memiliki hak atas tanah tersebut.

Mereka pun menyayangkan adanya pihak- pihak yang mengambil keuntungan sepihak dari kondisi itu dan merugikan masyarakat Poboya.

“Saya adalah saksi hidup pembagian tanah untuk Kelompok Tani itu, jadi tolong jangan asal klaim,” tambahnya.

Dalam waktu dekat ini, menurut Isran, warga akan melakukan aksi bersih di atas lahan mereka yang telah diklaim oleh Dewa Parsana dan berapa orang lainnya.

Ia menduga bahwa di Kelurahan Lasoani, Poboya dan Tondo, akan muncul klaim-klaim sepihak jika masyarakat tidak menelusuri kepemilikan lahan mereka.

“Nanti kita juga akan pertanyakan itu, tapi kita fokus di masalah ini saja dulu, ” ujar warga. *