PALU – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palu menghadirkan pihak KPU Sulteng, Polresta Palu, Kejaksaan Negeri dan Bawaslu di kegiatan bimbingan teknis (bimtek) mitigasi potensi pelanggaran penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024, Sabtu (27/07).

Peserta kegiatan terdiri dari ketua dan anggota PPK dan PPS, sejumlah 178 orang.

Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kota Palu, Haris Lawisi, menyampaikan, kegiatan ini bertujuan memastikan risiko pelanggaran dapat diminimalisir bahkan tidak ada.

“Caranya dengan menambah pengetahuan badan adhoc atas potensi pelanggaran administrasi, pidana, kode etik dan pelanggaran hukum lainnya,” katanya.

Narasumber dari institusi Kejaksaan Negeri diwakili Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum), Inti Astutik.

Inti Astutik menyampaikan tentang kerawanan tindak pidana pemilihan, antara lain politik uang, memberikan suara lebih dari satu kali dan atau mengaku dirinya sebagai orang lain, membaut tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pihak pasangan calon.

“Kerawanan pidana juga terjadi bila menyebabkan suara pemilih tidak bernilai atau suara peserta pilkada bertambah atau berkurang, menyebabkan hilang dan berubahnya berita acara rekapitulasi,” katanya.

Selanjutnya, kampanye hitam, kampanye di tempat ibadah, memfitnah, hasut, menghina, kampanye di luar jadwal, pemalsuan dokumen, perusakan alat peraga kampanye, menggangu keamanan dan keterlibatan atau menggagalkan kegiatan pemungutan suara.

“Merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah di segel bagian dari kerawanan pidana pilkada,” bebernya.

Narasumber dari Polresta Palu, Romy S Gafur, selaku Kabag Ops, memaparkan materi sasaran Operasi Mantap Praja Tinombala.

Romy mengurai tentang sasaran operasi terdiri atas potensi gangguan, ambang gangguan dan gangguan nyata pada pilkada 2024.

“Potensi gangguan penyusunan DPT, pendaftaran dan verifikasi pasangan calon wali kota dan wakilnya,” ujarnya.

Gangguan lain seperti berita hoaks, warga yang tidak terdaftar, lokasi TPS yang jauh dari pemukiman, keterlambatan, kekurangan serta tertukarnya logistik, netralitas penyelenggara pilkada.

Dalam penyelenggaran pilkada juga terdapat ambang gangguan seperti distribusi logistik, kampanye di luar jadwal, pemungutan, rekapitulasi dan penetapan hasil suara pilkada, money politik, unjuk rasa, pelantikan, gesekan dan gugatan kecurangan dalam penghitungan suara, gugatan pelaksanaan maupun hasil pilkada.

Lebih lanjut terkait gangguan nyata pada potensi penggelembungan daftar pemilih tambahan, sabotase, intimidasi kepada penyelenggara, kampanye terselubung dan pelibatan anak anak, politik uang, kampanye hitam, serangan fajar, dan isu sara. (RIFAY)