KPU: Jadi Penyelenggara Pemilu adalah “Jihad” Politik

oleh -
Sosialisasi Pembentukan Badan Adhock pada Pemilu 2019, di salah satu hotel di Kota Palu, Sabtu (27/01). (FOTO: RIFAY)

PALU – Berdasarkan pengalaman Pemilu sebelum-sebelumnya, pihak KPU mengaku kesulitan merekrut tenaga penyelenggara ad-hock di tingkat bawah, baik Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) maupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Kesulitan ini dialami khususnya wilayah-wilayah terpencil. Ada yang enggan karena harus menanggung tugas yang cukup berat, namun adapula yang tidak memenuhi syarat sebagaimana yang telah ditentukan undang-undang.

“Makanya dalam setiap kesempatan, kami selalu menyampaikan kepada masyarakat yang memenuhi syarat untuk menjadi bagian dari KPU dalam penyelenggaraan Pemilu. Kami sampaikan bahwa menjadi peserta Pemilu adalah jihad politik,” kata Ketua KPU Provinsi Sulteng, Sahran Raden saat kegiatan Sosialisasi Pembentukan Badan Adhock pada Pemilu 2019, di salah satu hotel di Kota Palu, Sabtu (27/01).

BACA JUGA :  Riset 'Sangganipa': Rusdy-Agusto Menang 55 Persen

Menurutnya, peran penyelenggara adhock sangat penting dalam Pemilu. Secara langsung, peran tenaga adhock menjadi penentu nasib bangsa/daerah selama lima tahun.

Sahran juga membeberkan beberapa hal berkaitan dengan tantangan manajemen Pemilu 2019 maupun Pilkada serentak 2018 yang saat ini tengah berjalan. Beberapa tantangan yang dimaksud, diantaranya bagaimana cara KPU melaksanakannya dengan demokratis dan berintegritas, cara melakukan pemungutan dan penghitungan suara.

“Selanjutnya bagaimana cara kita menyelesaikan permasalahan teknis di tingkat badan adhock, seperti masa kampanye, daftar pemilih bermasalah, pembagian C6 atau surat pemberitahuan memilih,” katanya.

Sosialisasi pekan lalu dihadiri perwakilan Ormas, sejumlah Camat dan Lurah serta media massa.

Pada kesempatan itu, Divisi Sosialisasi KPU Sulteng, Dr Nisbah menyampaikan beberapa hal terkait syarat menjadi penyelenggara adhock, yang secara umum tertuang dalam PKPU Nomor 7 Tahun 2017 maupun PKPU Nomor 3 Tahun 2018.

BACA JUGA :  Kades Tolai Terapkan Wajib Lapor bagi Warga Baru untuk Tingkatkan Keamanan Desa

Beberapa hal penting adalah tidak pernah dipidana penjara selama lima tahun yang telah berkekuatan hukum tetap, atau tidak pernah diberhentikan tetap. Selain itu, yang bersangkutan belum pernah dua kali menjabat dalam jabatan yang sama.

“Ini untuk menghindari terbukanya hubungan dengan kelompok-kelompok yang berkepentingan yang bisa saja ada deal-deal,” terang Nisbah.

Selain itu, kata dia, ada ketentuan khusus lainnya bagi penyelenggara adhock, diantaranya tetap mengakomodir penyandang disabilitas sepanjang memenuhi persyaratan dan mampu melaksanakan tugas.

Berdasarkan PKPU Nomor 7 Tahun 2017, pembentukan badan adhock (PPK dan PPS) dimulai 9 Januari 2018 sampai 8 Maret 2018. Sementara pembentukan KPPS akan berlangsung pada 28 Februari 2019 sampai 27 Maret 2019.

BACA JUGA :  Komisi I DPRD Sulteng Tinjau Kesiapan DOB Tompotika

“Sedangkan masa kerja PPK dan PPS, mulai 9 Maret 2018 sampai 16 Juni 2019. Untuk KPPS, masa kerjanya mulai dari tanggal 10 April 2019 sampai 9 Mei 2019,” kata Nisbah. (YUSUF/RIFAY)