PALU – Kelompok Peduli Kampus (KPK) Universitas Tadulako (Untad) mendesak Rektor Untad untuk menyelesaikan sejumlah persoalan internal yang menjadi perhatian publik.
Perwakilan KPK Untad, Prof Jayani Nurdin dalam keterangan tertulis di Palu, Rabu (14/07), menjelaskan, KPK Untad terbentuk atas keprihatinan sejumlah akademisi yang melihat turunnya wibawa perguruan tinggi akibat persoalan yang sudah menjadi perhatian publik sejak lama.
Selain Prof Jayani sendiri, beberapa nama yang menjadi inisiator terbentuknya KPK Untad diantaranya Dr Muhammat Nur Sangaji, Drs. Jamaluddin Mariajang M.Si. dan Dr Mukhtar Lutfi.
“Kami sudah melakukan pertemuan dengan Rektor Untad untuk menyampaikan persoalan tersebut,” kata Jayani.
Empat poin desakan itu yakni rektor lebih serius menindaklanjuti kasus kekisruhan pembobolan system IT yang berimplikasi sangat serius pada kekacauan administrasi akademik dan keuangan yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Kemudian, rektor segera menindaklanjuti temuan Dewan Pengawas Untad (Dewas) berkaitan dengan inkonsistensi dalam pengelolaan dana badan layanan umum (BLU). Selain itu, perlu segera melakukan audit secara menyeluruh pengelolaan dana BLU dengan menggunakan auditor independen.
Selanjutnya, rektor segera mengklarifikasi protes mahasiswa ke Dewan Pengawas (Dewas) Untad yang dianggap kontra produksif dengan upaya perbaikan kualitas kehidupan kampus. Dim ana sebelumnya, Ketua Dewas mendapat serangan moral tak terpuji yang diduga merupakan satu rangkaian aksi yang sisitematis.
“Hal ini patut diseriusi karena terkait kewibawaan Lembaga Negara yang memiliki fungsi pengawasan sesuai peraturan perundangan,” tegasnya.
Terakhir, Rektor diminta bertindak tegas, menggunakan kekewenagannya untuk meminta segera dilakukan rapat senat dengan agenda pergantian ketua dan sekretaris senat karena tidak dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya.
Statuta universitas yang sudah kadaluwarsa, peraturan Rektor tentang PMBK, dan kekisruhan akademik yang tidak diperdulikan oleh pimpinan senat Universitas untuk dibahas adalah bukti atau contoh pembiaran yang serius.
“Kami juga telah melayangkan surat yang sama ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ristekdikti, Kejaksaan Agung, Kapolri, KPK, BPK hingga DPR RI,” kata Jayani menegaskan. (RIFAY)