Mardiana Diteror
Mardiana pun secara gamblang menyebut satu persatu nama-nama serta jumlah nominal rupiah diterima oleh Kades, Camat, Kadis dan Kepala daerah tersebut, hingga capai Rp1,4 miliar.
Ia mengatakan, sampai saat ini dirinya masih melakukan komunikasi dengan KPK, apapun tindak lanjut serta perkembangan kasus ini, dilaporkannya.
“Polda jalan, KPK juga jalan,” ujarnya.
Ibu lima anak ini menyebutkan, KPK sendiri merekomendasikan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bagi dirinya. Sebab ia sudah merasa tidak nyaman, bahkan mendapat ancaman pembunuhan. Dan ancaman verbal itu bukan hanya sekali, rumahnya pun pernah diobrak-abrik orang tidak dikenal mencari dokumen TTG dan website. Hal ini membuat trauma phisikis bagi anak-anaknya, sembunyi bila ada tamu datang ke rumah.
Bahkan ucap dia, akibat kasus dugaan korupsi menderanya, orangtua (ibunya) meninggal dunia , sebab tertekan phisikologinya. Tidak hanya itu , Ia harus mengadai rumah tempat tinggalnya, emas dan berutang, jika ditaksir menghabiskan dana pribadi sekitar Rp200 jutaan lebih, dalam proses hukum kasus tersebut.
Penyintas likuifaksi Balaroa tidak mendapat hunian tetap (Huntap) ini, sudah merasa lelah, letih segala permasalahan hukum menyeretnya. Ia kini hanya bisa pasrah.
“Saya so bilang ke penyidik terserah saja, mau larikan kemana saya siap,” ujarnya.
Sebab dirinya sudah tidak mau bohong dan tidak mampu dapat tekanan. Ibunya meninggal karena persoalan ini, dirinya selalu ditagih hutang, padahal uang itu bukan pada dirinya, sementara “mereka” lepas tangan.
“Saya minta kepada penyidik Polda dan aparat hukum jangan tebang pilihlah. Itu saja permintaan saya. Saya sudah siap menanggung risiko apapun, karena saya hanya orang diperintah to. Saya orang dikorbankan,” pungkas tenaga honorer di Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Donggala.