PALU- Kasus dugaan korupsi teknologi tepat guna (TTG) Kabupaten Donggala 2020-2021 hingga kini belum terang benderang. Tersangka dari kasus ini bisa dibilang masih mengendap, belum juga tampak.
Mampukah aparat penegak hukum (APH) mengungkap aktor intelektual dan menetapkan tersangkanya, hingga diseret ke meja hijau?
Sejak kasus dugaan korupsi ini bergulir 2021 dan ditangani penyidik Polda Sulteng, hingga masuk tahap penyidikan saat ini belum ada penetapan tersangka. Ratusan saksi diperiksa baik dari pemerintahan Donggala maupun swasta, tapi belum meyakinkan penyidik membidik calon tersangka.
Setidaknya sampai saat ini Polda Sulteng telah memeriksa sebanyak 362 saksi terkait dengan perkara ini. Ke 362 saksi itu, di antaranya 116 kepala desa, 32 Camat, pihak pemda dan swasta.
Padahal bukti-bukti baik dokumen tertulis seperti kuitansi, transferan rekening bank, rekaman percakapan, video atau alat bukti lainnya sudah dikantongi penyidik. Berdasarkan pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) guna penetapan seseorang sebagai tersangka minimal memiliki dua alat bukti diantaranya keterangan saksi dan surat.
Tidak hanya sampai di situ, kasus dugaan korupsi TTG inipun, sudah dilaporkan ke lembaga rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Mardiana, selaku Direktur CV Mardiana Mandiri Pratama (MMP) penyedia 35 item barang di antaranya seperti continuous Sealer machine DBF-1000, mesin penepung, meat moncer untuk keperluan TTG bagi 158 desa, 16 kecamatan, Kabupaten Donggala, setiap desa nilai nominal berbeda sesuai kebutuhan dari Rp50 juta sampai Rp175 juta.
“Dari pengadaan alat TTG tersebut dana dikelola sekitar 5 miliar, namun dana terkumpul dari desa-desa itu mengalir ke sejumlah pejabat mulai dari Kades, Camat, Kadis dan Kepala daerah maupun oknum aparat penegak hukum (APH) lainnya membuat pendapat hukum (legal opinion) totalnya capai Rp1,4 miliar,” kata Mardiana saat konferensi pers di Sekretariat Bersama (Sekber) Jurnalis, Jalan Ahmad Yani, Kota Palu, Kamis (2/3) malam.