PALU – Miliaran uang negara yang digelontorkan ke seluruh desa melalui pos anggaran bernama Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD), khususnya di Sulteng, seakan menjadi boomerang bagi kuasa pengguna anggaran atau para kepala desa (kades).

Seakan tak ada habisnya antrian panjang kasus ini. Masih di awal tahun saja, kasus ini sudah menempati rating teratas dari sekian kasus yang ditangani Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Palu. Belum lagi kalau dihitung dengan tahun-tahun sebelumnya.

Belum sepekan, PN Palu menggelar sidang perdana kasus ADD dan DD Meselesek, Kecamatan Bulagi, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep). Terdakwanya adalah mantan Kades Meselesek, Damstuph Liytan. Kepala Seksi (Kasi) Pembangunan, Kantor Camat Bulagi itu didakwa melakukan korupsi ADD dan DD tahun 2015 sebesar Rp200 juta.

Masih segar pula dalam ingatan, awal bulan ini, PN Palu mamutus dua perkara yang sama dari wilayah Kecamatan Bulagi Utara, Kabupaten Bangkep. Terdakwanya adalah mantan Kades Mandok, Melkior Y Satanga dan mantan Kades Bangunemo, Amanias Situmano.

Selasa (13/03) kemarin, PN Palu menggelar sidang perdana kasus penyalahgunaan ADD dan DD Harmoni, Kecamatan Paleleh Barat, Kabupaten Buol, Selasa (13/03). Terdakwanya adalah Kades Rusli Ahmad Udit.

Dari uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmat, modus yang digunakan terdakwa ini agak berbeda dengan lainnya. Kades ini sengaja menyembunyikan Rencana Anggaran Belanja (RAB), sehingga semua kegiatan desa, baik pembayaran material dan upah kerja terkesan semaunya alias tanpa berdasarkan RAB.

Kasus ini sendiri berawal ketika pada tahun 2016 lalu, Desa Harmoni memprogramkan sejumlah kegiatan yang bersumber dari ADD dan DD. Pencairan anggaran dilakukan sesuai mekanisme, diawali dengan membuat dokumen pengajuan pencairan yang ditandatangani kades ditujukan kepada Camat Paleleh Barat.

“Setelah melalui verifikasi dan proses administrasi lainnya, maka dilakukanlah pencairan anggaran ke rekening Desa Harmoni. Namun pelaksanaan kegiatan tidak berdasarkan RAB,” jelas Rahmat.

Rahmat mengatakan, RAB yang seharusnya dijadikan dasar untuk pembayaran oleh bendahara desa, disimpan oleh terdakwa, sehingga terdapat selisih realisasi belanja, baik sebelum dan sesudah dilaksanakannya kegiatan.

“Selisih realisasi belanja kegiatan sebesar Rp27 juta, sementara realisasi penggunaan bahan Rp33 juta. Totalnya Rp61 juta,” ungkap Rahmat.

Selain itu, terdakwa juga mengambil dana untuk perjalan dinas fiktif keluar daerah sebesar Rp15 juta.

Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar Rp76 juta. (IKRAM)