PALU – Perlawanan warga Kelurahan Balaroa yang rumahnya digusur, pascabencana alam lalu, memasuki babak baru, setelah berbagai upaya mediasi di luar pengadilan mengalami jalan buntu.
Penggusuran bangunan dilakukan pada 23 Oktober 2018 lalu, dalam rangka pembersihan area likuifaksi di wilayah itu.
Perlawanan warga bahkan diperluas dengan melakukan konsolidasi dengan warga Petobo yang mengalami nasib serupa.
Konsolidasi tersebut dilakukan dengan melakukan pertemuan antar perwakilan warga kedua kelurahan, di salah satu warkop di Kota Palu, Rabu (13/02).
Pertemuan yang diinisiasi Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pengawasan Penyelanggaraan Penanganan Bencana (P3B), DPRD Sulteng, Yahdi Basma tersebut, juga dihadiri Ketua Komnas-HAM Perwakilan Sulteng, Dedi Askari, Tim Pengacara dari PBHR SULTENG dan beberapa aktivis penggiat hukum dan HAM di Kota Palu.
Dalam pertemuan tersebut, Koordinator Tim Pengacara PBHR, Harun, mengatakan, pihaknya sudah menerima pengaduan dari warga Balaroa atas masalah tersebut, akhir Desember lalu.
Untuk itu, kata dia, PBHR pun sudah berkomitmen akan mendampingi para korban untuk melakukan upaya hukum.
“Salah satu upaya hukum yang bisa dilakukan adalah mengajukan gugatan class action kepada instansi pemerintah yang berwenang dalam penanggulangan bencana,” katanya.
Dia mengatakan, dipilihnya mekanisme class action, karena tindakan instansi/pihak yang melakukan penggusuran, memakan sangat banyak korban.
“Tidak efektif dan efisien jika dilakukan dengan mekanisme gugatan biasa,” ujarnya.
Harun menambahkan, saat ini timnya sedang menyelesaikan draft gugatan.
“Kami tinggal menunggu data dari perwakilan korban Petobo yang baru saja bergabung hari ini,” katanya.
Untuk selanjutnya, kata dia, akan bersama-sama meminta tanggung jawab hukum pemerintah atas masalah ini. (IKRAM)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.